Bumi
alam Kerinci sepanjang sejarah dikenal sebagai daerah yang damai dan tenang, kehidupan masyarakat alam Kerinci yang harmonis ditandai dengan adanya hubung an diplomasi dengan Kerajaan Melayu Jambi dan Singasari
Majapahit di pulau
Jawa,dan alam Kerinci
sejak 450 tahun yang silam telah menjalin hubungan dengan Indrapura. Bukti
dalam “Tambo Kerinci”
menye butkan bahwa sekitar 450 tahun yang silam, Sultan
Permansyah dari Indrapura
pernah melakukan perang terbuka dengan Belanda, pada waktu itu Sultan
Permansyah mengundang Rajo Mudo dari alam Kerinci untuk membantu
Indrapura yang berperang
dan bertempur selama 9 bulan, bantuan
yang diberikan Rajo Mudo membuat
penjajah Belanda mengundurkan
diri meninggalkan Indrapura, kemudian diganti
oleh Inggeris dari Bengkulu. Ini menunjukkan suku Kerinci telah menjalin hubungan baik dengan daerah
luar alam Kerinci.
Bukti lain
yang terdapat dalam
tulisan yang ada
dalam “Tambo” disebutkan bahwa para pemimpin dan rakyat Suku Kerinci telah
men jalin
hubungan erat dengan kerajaan Jambi, bukti adanya hubungan yang baik itu dapat dilihat dalam surat Pangeran Suria
Karta Negara (1100.H).Surat Pangeran Suta Wijaya (1116H), Surat Pangeran Suria Kusuma dan surat Pangeran
Rata. Surat Sultan Ahmad Badaruddin, Surat Pangeran Citra Puspa
(1340.H), Surat Pangeran
Temenggung Mangku Negara dan beberapa surat surat lainnya yang berasal dari pemerintahan kerajaan jambi.
Para Sejarawan memperkirakan alam Kerinci dan rakyatnya sejak masa HinduBudha telah menjalin hubungan dengan daerahdaerah di sekitar alam Kerinci, Puncak hubungan baik itu terjadi
sekitar tahun 1815 (awal abad ke 19), pada tahun itu Belanda
berhasil mencengkeramkan kuku
imprealisnya di daerah Muko muko dan Inderapura,jiwa menjajah yang tertanam paada imprealis Belanda terus berusaha untuk menguasai semua persada nusantara.
Menurut H.Sutan Kari,BA (Alm) dan Iskandar Zakaria Sejarawan dan
Budayawan Kerinci, Kekayaan alam Kerinci terutama kekayaan hasil pertanian dan perkebunan yang melimpah kesuburan tanah dan panorama alamnya
yang mempesona mengundang niat Belanda untuk menguasai bumi alam Kerinci
yang kaya subur
dan mempesona, awal tahun 1900 penjajah Belanda dengan balatentaranya dari wilayah Muko muko mengirimkan pasukannya berpatroli di bukit
Sitinjau laut.di ka wasan puncak
Gunung Raya mendirikan pesanggrahan dan memasang tanda sebagai
peringatan dan pemberitahuan bahwa Belanda telah memasuki kawasan alam Kerinci.
Melihat sikap Balatentara Belanda yang mulai mengibarkan bendera perang dan menunjukkan itikad tidak baik membuat rakyat Kerinci men jadi
marah, (Depati H. Sutan Kari,BA) para Depati depati, Hulubalang dan rakyat Kerinci
menjadi geram dan marah, utusan tentara Belanda yang dipimpin oleh Imam Marusa
dan Imam Mahdi
di dicegat dan
Iman Marusa ditangkap dan
dibunuh di perjalanan oleh hulubalang dibawah pimpinan Depati
Parbo dari daerah Lolo dan Depati
Agung dari daerah Lempur. sedangkan Imam Mahdi dibiarkan hidup dan diperintah untuk kembali menghadap Belanda, peristiwa yang menimpa kedua orang utusan
Belanda itu menyulut kemarahan tentara Belanda, akibatnya tentara Belanda dengan sikap arogan dan watak imprealis
mencari jalan untuk masuk
dan menaklukan serta
menduduki alam Kerinci. Niat licik dan nafsu
ingin mengusai dan menjajah alam dan rakyat
Kerinci telah tercium oleh hulubalang hulubalang se alam
Kerinci.
Untuk menumbuh kenali kembali jejak perjuangan Pahlawan Perang Kerinci Depati
Parbo dan pejuang pejuang
alam Kerinci lainnya, penulis bersama budayawan alam Kerinci Iskandar Zakaria dan Antri Mariza Qadarsih,S.Sos
(7/032012) melakukan kunjungan ke lokasilokasi basis perjuangan Depati Parbo dan hulubalanghulubalang tokoh pejuang alam Kerinci di Kawasan Renah
Manjuto, Dusun Lolo,
Kebun varu,Dusun Talang Kemuning Dusun Baru Pulau
Tengah, Dusun Koto Tuo, Dusun Telago
Pulau Tengah,
Benik, Jujun Sanggaran Agung Kecamatan Da nau. Penulis bersama
Iskandar Zakaria dan Antri Mariza Qadarsih juga mengunjungi kediaman
dan makam Depati
Parbo di Dusun Lolo Kecil tempat Depati Parbo di lahirkan
dan dibesarkan.
Suku Kerinci yang dikenal sejak zaman prasejarah sebagai suku pemberani dan telah memiliki
tingkat kebudayaan dan peradaban serta kecerdasan yang tinggi dengan semangat menyala dan pantang
menyerah dengan gagah
perkasa dengan senjata dan amunisi yang sangat terbatas menghadapi balatentara
Belanda yang bersenjata lengkap.
Perang pertama meletus
tahun 1901 di kawasan Renah Manjuto
laskar hulu balang Kerinci
yang berjunlah 18 orang dipimpin Depati
Parbo berhasil mematahkan serangan
Prajurut Belanda yang berjumlah sekitar
300 orang, dengan semangat menyala dan pantang menyerah
hulubalang Kerinci berhasil
memukul mundur dan menewaskan puluhan tentara Belanda,tahun itu merupakan tahun dimulainya pertempuran hulubalang alam Kerinci
dengan prajurit Penjajah Belanda.
Tokoh dan pemimpin perjuangan rakyat Kerinci yang menonjol disaat itu adalah Depati Parbo bersama hulubalang
hulubalang dari berbagai negeri/dusun di alam Kerinci
bahu membahu menghadapi dan berjuang habis habisan menghadapi kaum Imprealisme Belanda.. Di Ranah Man juto terjadi
penyerangan yang dilakukan oleh pasukan tentara
Belanda. Pasukan Belanda dari Indrapura melewati
Bukit Sitinjau Laut bersama pasukan Belanda
yang didatangkan dari Muko muko dipimpin Kapten Bolmar melakukan penyerangan terhadap markas pejuang Alam Kerinci yang
dipimpin Panglima Perang Depati Parbo,Kubu kubu
pertahanan dibangun pasukan Belanda
disebelah Utara Renah
Manjuto.
Setelah bermufakat dengan Depati Agung, Depati Parbo memper siapkan hulubalang hulubalang yang gigih dan berani mati untuk men yongsong dan melakukan pertempuran hidup mati menghadapi pasukan Belanda yang bersenjata lengkap dan modern. Setelah berjalan melewati rimba
belantara yang ganas, Depati Parbo dan
para pejuang beristirahat sambil mempersiapkan makanan untuk makanan sore, sebagian dari pejuang ada yang tidur
tiduran sambil melepas
lelah, tanpa diduga
tiba tiba pasukan
Belanda mengepung dan telah berdiri
dengan senjata lengkap dihadapan
Depati parbo dan para pejuang,
dengan kondisi yang belum siap. Pasukan Belanda melakukan penyerangan terhadap pejuang. dalam suasana
tidak siap para pejuang dengan gagah berani menghadapi serangan
musuh, puluhan korban berjatuhan dari kedua belah pihak, beberapa opsir dan serdadu belanda
tewas bersimbah darah.
Dengan bekal semangat jihad yang tinggi dan dengan ilmu kebatinan
dan ilmu kebal
yang dimilikinya, setelah tiga hari bertempur,
Depati Parbo dan para pejuang
mampu memukul mundur
pasukkan Belanda, pada saat
bertempur Depati parbo dibantu oleh M. Judah gelar Depati Santiudo
Pamuncak alam, Haji.Syukur, Depati
Nali, Seman Gelar
Depati Nyato Negoro.H.Mesir.H.Ilyas,Mat Pekat dan
H.Yasin.
Ridwan, SN seniman
dan budayawan Jambi asal Merangin
( Jambi 10:6:2012) menyebutkan pada pertempuran yang terjadi di Renah Men juto dua orang hulubalang asal Pangkalan Jambu
Perentak yakni H.Muhi (asal dusun
baru Perentak) dan H.Maktam
hulubalang asal Lempur
yang menikah dengan warga pangkalan
Jambu Perentak(Kerinci Rendah)
ikut membantu perjuaangan yang
dipimpin Depati Parbo, kedua
hulubalang tersebut mampu membantu perjuangan Depati Parbo dalam menumpas serdadu Belanda
yang ingin menguasai alam Kerinci.
Depati Parbo pejuang Kerinci yang dikenal gigih dan pantang
menye rah itu
sangat ditakuti oleh
para serdadu Belanda, dengan kemampuan bela dirinya
yang tinggi, Depati
Parbo menghadapi serdadu dalam
per tempuran menggunakan tangan kosong dan mempraktekan ilmu bela diri silat,
salah satu cirri
khusus Depati Parbo dalam
menghabisi musuh dengan cara memelintirkan kepala musuh kearah belakang, serangan Depati
Parbo dilakukan tanpa diketahui oleh
musuh, hal lain yang di lakukan
oleh Depati Parbo adalah
membengkokkan ujung senjata api milik musuh
hingga tidak dapat
dipergunakan musuh.
SEKILAS TENTANG DEPATI PARBO PANGLIMA PERANG ALAM KERINCI
Mengutip Buku Depati Parbo Pahlawan
Perang Kerinci yang diter bitkan oleh Pemerintah Daerah Kerinci Tahun 1972 yang digagas
oleh Bupati Kerinci Rusdi Sayuti,BA, (Dpt.H.Sutan Kari,BA (Alm) dan Hj.Aida Rosnan,BA)
menyebutkan alam Kerinci nan elok dan permai
dikenal sebagai
daerah yang memiliki hawa yang sejuk dengan
panorama alamnya yang indah dan menawan, di kaki Gunung Raya tepatnya di
dusun (Desa) Lolo dan sekarang dikenal
dengan wilayah Kecamatan Gunung Raya
Kabupaten Kerinci sekitar
tahun 1839 telah
lahir seorang bayi tampan anak sulung dari hasil pernikahan sepasang
pasangan muda Bimbe (ayah) dan
Kembang (ibu).
Bayi mungil yang tampan itu oleh kedua
orang tuanya diberi
nama Kasib, kelak bayi mungil dengan kulit bersih berwarna putih kuning tum buh menjadi
anak muda yang tampan dan
kelak ia itu menjadi sosok pria dewasa yang perkasa dan dikenal sebagai
pria berani dan menjadi musuh bebuyutan pasukkan penjajah Belanda. Kasib kecil dilahirkan dari keluarga sederhana dan disegani oleh masyarakat di kampung, kelahi ran bayi munggil Kasib disambut gembira keluarga besar
Bimbe dan Kembang, disamping tampan dengan kulit yang bersih,
ternyata Kasib kecil sejak lahir
telah menampakkan tanda tanda keistimewaan, salah satu keistimewaan bawaan lahir Kasib telah memiliki
gigi geraham yang berwarna hitam
seperti warna besi,
disamping itu pada beberapa tempat di tubuhnya
terdapat bintik bintik
kecil dan tahi lalat berwarna hitam, dan demi melihat tanda
tanda keistimewaan yang ada pada bayi munggil itu oleh kedua orang tua dan keluarganya nama Kasib sering ditambah nama ”German
Besi”.
Kasib adalah putra
sulung dan merupakan satu satunya anak laki laki, ia memiliki 3
orang adik perempuan masing masing bernama Bende, Siti Makom dan Likom. Sebagai satu satunya anak laki laki dan kakak dari 3 orang
adik adik perempua, Kasib sangat dicintai dan
disayangi oleh kedua orang tua dan ketiga orang adik adikny. Walau ia adalah satu satunya
anak laki laki, ia tidak
manja, Kasib sejak
anak anak hingga menjelang remaja dikenal sebagai
sosok anak yang mandiri dan kreatif,
dikalangan teman teman
sebaya dalam bermain
dan belajar mengaji
di surau selalu dituakan, sifat
kepemimpinan dan keberanian Kasib telah nampak sejak anak anak, dikenal
sosok periang dan ramah namun
tegas dalam bertindak, sehingga
membuat teman sebaya menjadi segan dan menaruh hormat kepadanya.
Saat memasuki usia remaja, perawakan Kasib terlihat tinggi semam pai, bertubuh
atletis, kekar dan kuat. Walaupun bertubuh
atletis dan kekar, Kasib tidak menyombongkan
diri, pada masa kecil bila terjadi perkelahian atau pertengkaran antara satu temannya dengan teman yang lain,
Kasib selalu menengahi dan menjadi pelindung, Kasib kecil selalu menjadi teladan
dan pemimpin bermain
dalam kelompok teman teman sebaya. Sejak masih anak anak hingga
menjelang remaja Kasib
kecil sangat gemar bermain
tombak dan pedang,
dan salah satu hobby yang paling digemari oleh Kasib
adalah olah raga berburu di dalam hutan
belantara, kadang kadang ia bersama
sama teman teman
sebaya melakukan keg iatan berburu,
dan tak jarang Kasib menyalurkan hobby berburunya seorang diri di tengah tengah hutan tak jauh dari ujung dusun Lolo tempat
ia tinggal.
Hampir setiap melakukan kegiatan berburu, Kasib selalu berhasil mendapatkan hewan buruan seperti napuh, kancil, kijang dan ayam hutan. Hasil buruan diberikan kepada ketiga orang adik adik perempuaannya, dan tak jarang jika ia mendapatkan hasil buruan yang banyak, ia membagikan kepada saudara saudaranya yang lain termasuk kepada kawan kawan sepermainan, saat itu nilai nilai silaturahmi dan semangat kebersamaan dan gotong royong masih sangat kental di kalangan penduduk di dusundusun termasuk di dusun Lolo.
Seperti anak anak lain yang sebaya, Kasib rajin belajar di surau di dusun Lolo tempat ia dilahirkan dan menghabiskan masa anak anak hingga memasuki usia remaja, disamping belajar mengaji di mushalla dalam dusun, Kasib seperti teman temannya yang lain juga gemar berolah raga, salah satu olah raga yang ditekuninya adalah olah raga bela diri, Kasib belajar ilmu bela diri pencak silat, pada masa itu berlatih ilmu diri pencak silat dan berguru ilmu kebathinan merupakan sebuah tradisi yang dilakukan secara turun temurun. Pada masa itu setiap generasi muda di alam Kerinci ada kecenderungan untuk belajar ilmu agama dan menuntut ilmu silat dan ilmu kebatinan. Jika telah menguasai ilmu agama, ilmu silat dan ilmu ke batinan, maka masyarakat dan lingkungan di dusun sangat segan dan menghormati sosok yang berisi dan berlimu.
Pada masa itu jika ada pemuda yang ingin merantau meninggalkan dusun, maka orang itu harus “berisi” dan “berilmu”, dalam pepatah dan istilah pada masa itu disebut “Belum kurik, belum menghambur” artinya belum cukup ilmu di dalam tubuh untuk menjaga keselamatan diri belum berani merantau, dan sebagai anak muda Kasib pun ikut “menuntut” ilmu agama , ilmu bela diri dan ilmu kebatinan.
Tokoh Budayawan alam Kerinci yang telah mengabdikan lebih dari separuh usianya untuk dunia seni dan kebudayaan di alam Kerinci Iskan dar Zakaria (70 Tahun) kepada penulis mengemukakan, pada akhir abad ke XVIII atau pada awal ke XIX,banyak pemuda dari suku Kerinci yang merantau ke luar daerah alam Kerinci bahkan ada yang merantau hingga ke semenanjung Malaya untuk memperdalam ilmu dan mencari sumber rezeki, bahkan hingga saat ini mereka telah beranak pinak dirantau orang.
Pada saat itu beberapa pemuda suku Kerinci ada yang merantau ke daerah bekas wilayah Marga Serampas dan marga Sungai tenang (sekarang berada di wilayah Kabupaten Merangin) dan ke daerah Limun dan bekas Marga Btahin Pengambang Kecamatan Batang Asai Batang Asai ( sekarang berada d wilayah Kabupaten Sarolangun). Umumnya mereka merantau untuk berusaha mendulang emas dan menderes karet dan usaha usaha lain disektor pertanian dan perkebunan.
Kasib sebagai anak muda pada saat itu pernah berkunjung dan bersilaturahmi ke Batang Asai sambil “ menuntut” ilmu agama dan memperdalam ilmu kebatinan pada seorang guru. Dan karena Kasib pernah berguru dan belajar maka pengetahuan dan pemahaman dalam bidang agama dan kebatinan sebelumnya di tanah kelahiran, maka ilmu dan kemampuannnya mengalami kemajuan. Pada saat itu ajaran agama Islam telah berkembang cukup pesat di alam Kerinci, namun pengaruh kepercayaan terhadap roh nenek moyang masih terasa, pengaruh ke budayaan Hindu belum hilang sama sekali.
Pada saat Kasib melakukan perjalanan ke Batang Asai, Kasib berjumpa dengan seorang pria berilmu dan berotot besi yang belum pernah ia kenal, sehingga kedua sosok pria “berisi” itu merasa paling berhak menjaga keamanan di wilayah perbatasan alam Kerinci dengan Batang Asai. Konon pada saat itu di sekitar daerah perbatasan sering terjadi tindakan perampasan (penyamun). Karena mereka berdua belum saling kenal dan karena menyimpan rasa curiga, kedua pemuda yang tak saling mengenal terlibat kontak pisik secara lansung, mereka berdua saling baku hantam, kedua jagoaan berkelahi dan saling serang tanpa kenal lelah tak ada satupun diantara mereka yang mau menyerah dan mengalah.
Beberapa jam berkelahi tanpa istirahat, dan mereka berdua telah lelah, akhirnya pada satu waktu ditengah perkelahian adu pisik yang me nyita tenaga itu salah seorang dari mereka “menyebut” atau memanggil sambil ”menyeru” (memanggil nama nenek moyang) antara ada dan tiada terdengar memanggil/menyeru (Nyerau) nama nenek moyang, seruan kecil itu terdengar di telinga salah seorang dari mereka, akhir nya setelah mendengar kalimat seruan itu tanpa disadari secara reflek mereka berdua saling berangkulan dengan penuh rasa haru, ternyata mereka berdua berasal dari satu nenek alam Kerinci.
Setelah saling mengenal dan saling memaafkan, mereka berdua saling mengikat tali persaudaraan yang nantinya tetap dilanjutkan keturunan masing masing. Pemuda lawan tanding Kasib bernama M.Judah Gelar Depati Santiudo Pamuncak Alam atau biasa dipanggil bapak Gulun pria asal dusun Sungai Penuh.Persahabatan dan persaudaraan antara Kasib dengan M.Judah tetap berlanjut, setelah saling memperdalam ilmu agama dan ilmu kebatinan mereka berdua melanjutkan perjalanan hingga ke Batang Asai, mereka berdua menetap di Batang Asai sambil mencari nafkah mengusahakan usaha “Mendulang ” Emas disepanjang aliran Sungai Batang Asai.
Kedua bersahabat itu terpaksa harus berpisah, karena M.Judah tidak terlalu lama tinggal di Batang Asai dan ia meninggalkan Batang Asai menuju kampung halaman leluhurnya di dusun Sungai Penuh, sementara Kasib jatuh cinta pada gadis dusun Batang Asai yang jelita bernama Timah Sahara, dan dari hasil pernikahan ini mereka berdua dikaruniai seorang putra bernama Ali Mekah.
Catatan sejarah (buku Depati Parbo Pahlawan Kerinci,1972 : 40) dan informasi yang disampaikan oleh Iskandar Zakaria menyebutkan sebelum Kasib ke Batang Asai dan sebelum mengenal M.Judah, ia pernah diundang ke tempat persilatan( Gelanggang) di Hiang Tinggi untuk menyaksikan ajang persilatan yang dipimpin Gundi. Sambil menyaksikan dan memperdalam ilmu persilatan, Kasib juga memperdalam ilmu Tauhid (Agama Islam) pada Sultan Syarif. Sifat kasib yang rendah hati,penyantun dan selalu riang gembira berdampak pada pergaulan dalam keseharian Kasib, yakni disayang dan dikasihi banyak orang dan hampir di setiap dusun di alam Kerinci , ia memiliki banyak sahabat dan nantinya pada masa peperangan para sahabat yang sebahagian besar adalah Hulubalang dalam negeri inilah yang kelak terlibat secara lansung dalam perjuangan mempertahankan dan memperjuangkan alam Kerinci agar terhindar dari cengkraman penjajah Belanda.
Di Dusun Tanjung Tanah Kemendapoan Seleman, Kasib muda menjalin persahabatan dengan seorang pria paruh baya yang lebih tua darinya. Pria itu bernama Supik gelar Depati Suko Barajo, seorang pedagang ternak kerbau. Kasib muda juga memiliki bakat dagang, hubungan persahabatan mereka sangat inti. ,Kasib juga memiliki teman seperjuangan antara lain Bangkit gelar Haji Bahaudin dari Dusun Lolo, Seman pria asal Talang Kemuning. Pada suatu ketika Kasib pernah menunjukkan keistimewaan yang diberikan oleh Allah Swt, kepadanya pada suatu siang di dusun Talang Kemuning. Pada saat yang sama, di desa tersebut ada kejadian seekor kerbau putus tali menggila dan mengamuk menyeruduk setiap benda yang ditemuinya, ironisnya kerbau yang menggila itu menyeruduk dan menanduk seseorang warga hingga tewas.
Pada saat itu semua orang orang yang berada di sekitar lokasi kerbau mengamuk hanya berusaha menghindar untuk menyelamatkan diri dari amukkan kerbau menggila. Tak ada seorang pun yang berani mendekat dan menangkap kerbau jalang yang mengamuk, masyarakat yang menyaksikan salah seorang dari warganya tewas menjadi geram bercampur marah, namun mereka tak kuasa untuk menjinakkan dan menangkap kerbau itu. Pada saat yang kritis dan mencekam itulah, pemuda Kasib tanpa banyak bicara turun tangan ke lapangan berhadapan dengan kerbau yang mengamuk.
Lewat pertarungan yang sengit antara hewan kerbau liar dengan seorang anak muda, akhirnya Kasib berhasil membuktikan kekuatan dan kemampuannya menaklukan kerbau jalang yang mengamuk itu. Kasib berhasil menahan dan menangkap dengan tangan tanduk runcing si Kerbau yang siap rmenyeruduknya. Setelah mampu menahan dengan kedua tangannya dari serudukan tanduk runcing kerbau, barulah ma syarakat dan hulubalang kampung beramai ramai mengikat kerbau dan selanjutnya ”membantai” kerbau itu hingga mati.
Sebagai pria yang semakin tumbuh dewasa.Kasib memiliki kebiasaan merantau, sekitar 34 tahun(18591862) Kasib muda pernah melanglang buana ”menuntut ilmu” hingga ke RawasPalembang, ia pernah bertapa memperdalam ilmu kebatinan di Gunung Kunyit, belakangan ketika ia pulang ke tanah kelahirannya terjadi beberapa perubahan pada diri Kasib, ia menjadi agak pendiam, lebih tenang dan memiliki kharisma tersendiri, terkadang ia sering diminta bantuan oleh masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit yang diderita oleh penduduk.
Saat berada di daerah RawasPalembang –Sumatera Selatan Kasib dipanggil pulang oleh keluarga dan karib kerabatnya di dusun Lolo, pada saat itu tahun 1862 dilaksanakan ’ Kenduri Sko ( kenduri adat ) di dusun Lolo untuk mengangkat para pemangku adat (Depati) untuk menggantikan Depati Depati yang telah meninggal dunia. Para Depati Depati ini ditengah tengah masyarakat adat sangat dibutuhkan untuk mengurus negeri dan mengurus anak batino/anak kemenakan (keluarga batih). Beberapa Depati yang tekah uzur pada saat itu menyerahkan tongkat estapet kedepatian kepada generasi penerus. Menurut adat di alam Kerinci “Depati hilang (wafat) diangkat Depati baru, pemuda yang telah memiliki persyaratan, menguasai adat dan cakap serta bijaksana diangkat untuk menjadi pemangku adat (Depati) pada acara “Kenduri Sko” yang mengharuskan memotong kerbau seekor, beras seratus dengan mengundang segenap sanak saudara yang berada dalam satu kesatuan wilayah adat. .............BERSAMBUNG KE HAL 2
HALAMAN 2
HALAMAN 3
HALAMAN 4
HALAMAN 5
Hampir setiap melakukan kegiatan berburu, Kasib selalu berhasil mendapatkan hewan buruan seperti napuh, kancil, kijang dan ayam hutan. Hasil buruan diberikan kepada ketiga orang adik adik perempuaannya, dan tak jarang jika ia mendapatkan hasil buruan yang banyak, ia membagikan kepada saudara saudaranya yang lain termasuk kepada kawan kawan sepermainan, saat itu nilai nilai silaturahmi dan semangat kebersamaan dan gotong royong masih sangat kental di kalangan penduduk di dusundusun termasuk di dusun Lolo.
Seperti anak anak lain yang sebaya, Kasib rajin belajar di surau di dusun Lolo tempat ia dilahirkan dan menghabiskan masa anak anak hingga memasuki usia remaja, disamping belajar mengaji di mushalla dalam dusun, Kasib seperti teman temannya yang lain juga gemar berolah raga, salah satu olah raga yang ditekuninya adalah olah raga bela diri, Kasib belajar ilmu bela diri pencak silat, pada masa itu berlatih ilmu diri pencak silat dan berguru ilmu kebathinan merupakan sebuah tradisi yang dilakukan secara turun temurun. Pada masa itu setiap generasi muda di alam Kerinci ada kecenderungan untuk belajar ilmu agama dan menuntut ilmu silat dan ilmu kebatinan. Jika telah menguasai ilmu agama, ilmu silat dan ilmu ke batinan, maka masyarakat dan lingkungan di dusun sangat segan dan menghormati sosok yang berisi dan berlimu.
Pada masa itu jika ada pemuda yang ingin merantau meninggalkan dusun, maka orang itu harus “berisi” dan “berilmu”, dalam pepatah dan istilah pada masa itu disebut “Belum kurik, belum menghambur” artinya belum cukup ilmu di dalam tubuh untuk menjaga keselamatan diri belum berani merantau, dan sebagai anak muda Kasib pun ikut “menuntut” ilmu agama , ilmu bela diri dan ilmu kebatinan.
Tokoh Budayawan alam Kerinci yang telah mengabdikan lebih dari separuh usianya untuk dunia seni dan kebudayaan di alam Kerinci Iskan dar Zakaria (70 Tahun) kepada penulis mengemukakan, pada akhir abad ke XVIII atau pada awal ke XIX,banyak pemuda dari suku Kerinci yang merantau ke luar daerah alam Kerinci bahkan ada yang merantau hingga ke semenanjung Malaya untuk memperdalam ilmu dan mencari sumber rezeki, bahkan hingga saat ini mereka telah beranak pinak dirantau orang.
Pada saat itu beberapa pemuda suku Kerinci ada yang merantau ke daerah bekas wilayah Marga Serampas dan marga Sungai tenang (sekarang berada di wilayah Kabupaten Merangin) dan ke daerah Limun dan bekas Marga Btahin Pengambang Kecamatan Batang Asai Batang Asai ( sekarang berada d wilayah Kabupaten Sarolangun). Umumnya mereka merantau untuk berusaha mendulang emas dan menderes karet dan usaha usaha lain disektor pertanian dan perkebunan.
Kasib sebagai anak muda pada saat itu pernah berkunjung dan bersilaturahmi ke Batang Asai sambil “ menuntut” ilmu agama dan memperdalam ilmu kebatinan pada seorang guru. Dan karena Kasib pernah berguru dan belajar maka pengetahuan dan pemahaman dalam bidang agama dan kebatinan sebelumnya di tanah kelahiran, maka ilmu dan kemampuannnya mengalami kemajuan. Pada saat itu ajaran agama Islam telah berkembang cukup pesat di alam Kerinci, namun pengaruh kepercayaan terhadap roh nenek moyang masih terasa, pengaruh ke budayaan Hindu belum hilang sama sekali.
Pada saat Kasib melakukan perjalanan ke Batang Asai, Kasib berjumpa dengan seorang pria berilmu dan berotot besi yang belum pernah ia kenal, sehingga kedua sosok pria “berisi” itu merasa paling berhak menjaga keamanan di wilayah perbatasan alam Kerinci dengan Batang Asai. Konon pada saat itu di sekitar daerah perbatasan sering terjadi tindakan perampasan (penyamun). Karena mereka berdua belum saling kenal dan karena menyimpan rasa curiga, kedua pemuda yang tak saling mengenal terlibat kontak pisik secara lansung, mereka berdua saling baku hantam, kedua jagoaan berkelahi dan saling serang tanpa kenal lelah tak ada satupun diantara mereka yang mau menyerah dan mengalah.
Beberapa jam berkelahi tanpa istirahat, dan mereka berdua telah lelah, akhirnya pada satu waktu ditengah perkelahian adu pisik yang me nyita tenaga itu salah seorang dari mereka “menyebut” atau memanggil sambil ”menyeru” (memanggil nama nenek moyang) antara ada dan tiada terdengar memanggil/menyeru (Nyerau) nama nenek moyang, seruan kecil itu terdengar di telinga salah seorang dari mereka, akhir nya setelah mendengar kalimat seruan itu tanpa disadari secara reflek mereka berdua saling berangkulan dengan penuh rasa haru, ternyata mereka berdua berasal dari satu nenek alam Kerinci.
Setelah saling mengenal dan saling memaafkan, mereka berdua saling mengikat tali persaudaraan yang nantinya tetap dilanjutkan keturunan masing masing. Pemuda lawan tanding Kasib bernama M.Judah Gelar Depati Santiudo Pamuncak Alam atau biasa dipanggil bapak Gulun pria asal dusun Sungai Penuh.Persahabatan dan persaudaraan antara Kasib dengan M.Judah tetap berlanjut, setelah saling memperdalam ilmu agama dan ilmu kebatinan mereka berdua melanjutkan perjalanan hingga ke Batang Asai, mereka berdua menetap di Batang Asai sambil mencari nafkah mengusahakan usaha “Mendulang ” Emas disepanjang aliran Sungai Batang Asai.
Kedua bersahabat itu terpaksa harus berpisah, karena M.Judah tidak terlalu lama tinggal di Batang Asai dan ia meninggalkan Batang Asai menuju kampung halaman leluhurnya di dusun Sungai Penuh, sementara Kasib jatuh cinta pada gadis dusun Batang Asai yang jelita bernama Timah Sahara, dan dari hasil pernikahan ini mereka berdua dikaruniai seorang putra bernama Ali Mekah.
Catatan sejarah (buku Depati Parbo Pahlawan Kerinci,1972 : 40) dan informasi yang disampaikan oleh Iskandar Zakaria menyebutkan sebelum Kasib ke Batang Asai dan sebelum mengenal M.Judah, ia pernah diundang ke tempat persilatan( Gelanggang) di Hiang Tinggi untuk menyaksikan ajang persilatan yang dipimpin Gundi. Sambil menyaksikan dan memperdalam ilmu persilatan, Kasib juga memperdalam ilmu Tauhid (Agama Islam) pada Sultan Syarif. Sifat kasib yang rendah hati,penyantun dan selalu riang gembira berdampak pada pergaulan dalam keseharian Kasib, yakni disayang dan dikasihi banyak orang dan hampir di setiap dusun di alam Kerinci , ia memiliki banyak sahabat dan nantinya pada masa peperangan para sahabat yang sebahagian besar adalah Hulubalang dalam negeri inilah yang kelak terlibat secara lansung dalam perjuangan mempertahankan dan memperjuangkan alam Kerinci agar terhindar dari cengkraman penjajah Belanda.
Di Dusun Tanjung Tanah Kemendapoan Seleman, Kasib muda menjalin persahabatan dengan seorang pria paruh baya yang lebih tua darinya. Pria itu bernama Supik gelar Depati Suko Barajo, seorang pedagang ternak kerbau. Kasib muda juga memiliki bakat dagang, hubungan persahabatan mereka sangat inti. ,Kasib juga memiliki teman seperjuangan antara lain Bangkit gelar Haji Bahaudin dari Dusun Lolo, Seman pria asal Talang Kemuning. Pada suatu ketika Kasib pernah menunjukkan keistimewaan yang diberikan oleh Allah Swt, kepadanya pada suatu siang di dusun Talang Kemuning. Pada saat yang sama, di desa tersebut ada kejadian seekor kerbau putus tali menggila dan mengamuk menyeruduk setiap benda yang ditemuinya, ironisnya kerbau yang menggila itu menyeruduk dan menanduk seseorang warga hingga tewas.
Pada saat itu semua orang orang yang berada di sekitar lokasi kerbau mengamuk hanya berusaha menghindar untuk menyelamatkan diri dari amukkan kerbau menggila. Tak ada seorang pun yang berani mendekat dan menangkap kerbau jalang yang mengamuk, masyarakat yang menyaksikan salah seorang dari warganya tewas menjadi geram bercampur marah, namun mereka tak kuasa untuk menjinakkan dan menangkap kerbau itu. Pada saat yang kritis dan mencekam itulah, pemuda Kasib tanpa banyak bicara turun tangan ke lapangan berhadapan dengan kerbau yang mengamuk.
Lewat pertarungan yang sengit antara hewan kerbau liar dengan seorang anak muda, akhirnya Kasib berhasil membuktikan kekuatan dan kemampuannya menaklukan kerbau jalang yang mengamuk itu. Kasib berhasil menahan dan menangkap dengan tangan tanduk runcing si Kerbau yang siap rmenyeruduknya. Setelah mampu menahan dengan kedua tangannya dari serudukan tanduk runcing kerbau, barulah ma syarakat dan hulubalang kampung beramai ramai mengikat kerbau dan selanjutnya ”membantai” kerbau itu hingga mati.
Sebagai pria yang semakin tumbuh dewasa.Kasib memiliki kebiasaan merantau, sekitar 34 tahun(18591862) Kasib muda pernah melanglang buana ”menuntut ilmu” hingga ke RawasPalembang, ia pernah bertapa memperdalam ilmu kebatinan di Gunung Kunyit, belakangan ketika ia pulang ke tanah kelahirannya terjadi beberapa perubahan pada diri Kasib, ia menjadi agak pendiam, lebih tenang dan memiliki kharisma tersendiri, terkadang ia sering diminta bantuan oleh masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit yang diderita oleh penduduk.
Saat berada di daerah RawasPalembang –Sumatera Selatan Kasib dipanggil pulang oleh keluarga dan karib kerabatnya di dusun Lolo, pada saat itu tahun 1862 dilaksanakan ’ Kenduri Sko ( kenduri adat ) di dusun Lolo untuk mengangkat para pemangku adat (Depati) untuk menggantikan Depati Depati yang telah meninggal dunia. Para Depati Depati ini ditengah tengah masyarakat adat sangat dibutuhkan untuk mengurus negeri dan mengurus anak batino/anak kemenakan (keluarga batih). Beberapa Depati yang tekah uzur pada saat itu menyerahkan tongkat estapet kedepatian kepada generasi penerus. Menurut adat di alam Kerinci “Depati hilang (wafat) diangkat Depati baru, pemuda yang telah memiliki persyaratan, menguasai adat dan cakap serta bijaksana diangkat untuk menjadi pemangku adat (Depati) pada acara “Kenduri Sko” yang mengharuskan memotong kerbau seekor, beras seratus dengan mengundang segenap sanak saudara yang berada dalam satu kesatuan wilayah adat. .............BERSAMBUNG KE HAL 2
HALAMAN 2
HALAMAN 3
HALAMAN 4
HALAMAN 5
EmoticonEmoticon