Suatu Hari di Bawah Langit Andalusia


Pada tahun 479 H terjadi peperangan yang besar antara pasukan Islam dan pasukan Salibis di bumi Andalus, Spanyol? Iya, Perang tersebut dikenal dengan Perang Zallaqah. Perang penentu yang kemudian menjadi sebab bertahannya Islam di Andalus lebih dari 250 tahun kemudian.

Sebelum perang Zallaqoh, eksistensi Islam di Spanyol benar-benar berada diambang kehancuran. Perang saudara yang menyebabkan pecahnya kekuatan Islam dalam kerajaan-kerajaan kecil membuat keadaan semakin genting. Di tengah perselisian yang terjadi antara kelompok tersebut, Raja Alfonso bersama pasukan Salibis telah berhasil meruntuhkan satu persatu benteng kaum Muslim dari utara Spanyol.

Kondisi ini mendorong para pemimpin islam di selatan Andalus menyudahi perselisihan yang selama ini terjadi. Mereka sepakat meminta bantuan kepada Yusuf bin Tasyfin pemimpin Daulah Ar-Murabithin yang saat itu berpusat di Maroko. Ibnu Tasyfin yang telah berusia 79 tahun segera memenuhi panggilan jihad tersebut. Bersama 17 ribu pasukan dia menyeberangi selat Gibraltar. Dan 5 ribu pasukan ditempatkan di Algeciras sebagai pasukan jaga yang diperlukan bila kalah nanti.

Sementara 12 ribu pasukan lainnya ikut bersamanya ke medan perang. Akhirnya berkumpullah 30.000 pasukan muslim, masing-masing dari Murabithin, Granada, Kordova dan Badajoz. Dibawah pimpinan Ibnu Tasyhin pasukan bergerak menuju Sevilla. Sebelum memutuskan perang, Ibnu Tasyfin mengirimkan surat kepada Alfonso VI. Camp pasukan salibis hanya berjarak 3 mil dari camp pasukan Muslim.

Dalam suratnya Ibnu Tasyfin berkata: “Aku mendengar bahwa Anda berdoa supaya dianugerahi kapal yang banyak agar bisa menyeberangi lautan menuju daerah kami. Kini kami datang kepadamu, dan engkau akan tahu sendiri akibat dari do’amu itu. Dan aku wahai Alfonso menawarkan opsi padamu, masuk Islam, membayar Jizyah atau perang? Saya beri anda waktu tiga hari”.

Alfonso menjawab, “Aku memilih perang, apa jawabmu.?”
Ibnu Tasyfin membalikkan surat tersebut dan menulis balasannya di kertas yang sama, “Jawabannya adalah apa yang akan kau lihat dengan mata kepalamu, bukan apa yang kau dengar dengar telingamu, keselamatanlah bagi yang mengikuti petunjuk.”

Alfonso kembali membalasnya, namun dengan bahasa yang penuh makar, “Besok adalah hari Jumat, hari rayanya orang Islam dan kami tidak ingin berperang di hari rayanya orang Islam. Sabtu adalah hari raya orang Yahudi sementara dalam pasukan kami ada prajurit yang beragama Yahudi. Adapun Ahad adalah hari raya kami, bagaimana kalau peperangnya kita tunda hingga hari Senin..?”

Ibnu Tasyfin menangkap adanya makar dalam surat Alfonso. Dipersiapkannlah prajurit sebagaimana rencana awal. Pada malam harinya, yaitu pada malam Jumat 12 rajab 479 H, Imam Al-Faqih Ahmad bin Ramilah Al-Qurthuby bermimpi bertemu Rasulullah. Dalam mimpinya Rasulullah berkata: “Kalian pasti menang, dan engkau akan bertemu denganku”.

Ibnu Ramilah terbangun, hatinya dipenuhi rasa gembira. Mimpi itu dikabarkan kepada seluruh komandan perang. Semua digemparkan oleh berita itu. Seluruh pasukan dibangunkan. Dengan gagah Ibnu Tasyfin memerintahkan prajurit untuk membaca surah Al-Anfal. Para khatib diperintahkan untuk mengobarkan semangat jihad. Sambil keluar masuk barisan prajurit Ibnu Tasyfin mengatakan dengan suara yang lantang, “Berbahagialah orang yang meraih syahid. Siapa yang hidup, maka baginya pahala dari Allah dan ghanimah.”

Hari itu bumi Andalus menyaksikan semangat jihad dan ghiroh yang memenuhi dada kaum muslimin. Para pemimpin bersatu di bawah kalimat yang sama “La ilaha illallah”.

Dugaan Ibnu Tasyfin terbukti, ternyata benar Alfonso ingin berbuat makar, dia ingin menyerang pasukan Muslim secara tiba-tiba. Namun semua diluar dugaan Alfonso, ternyata pasukan Muslimin telah bersiap-siap menghadapi serangannya.

Akhirnya di padang hijau inilah peperangan itu berlangsung sengit. Perang berlangsung hingga ashar, Dan Akhirnya Alfonso dan prjuritnya berhasil dikepung, dan dengan izin Allah kemenangan diraih oleh kaum muslimin. Sebagaimana mimpinya, Ibnu Ramilah turut gugur dalam pertempuran tersebut.


Dari 100 ribu pasukan salibis, hanya tersisa 450 pasukan berkuda. Alfonso yang kehilangan kainya kembali bersama sisa pasukan yang kesemuanya dalam keadaan terluka. Dari 450 pasukan tersebut, hanya 100 pasukan berkuda yang selamat hingga Toledo. Yang lainnya mati dalam perjalanan pulang.


EmoticonEmoticon