Populasi Harimau Sumatera di Taman Nasional Kerinci Seblat Tersisa 50-60
Ekor, Jumlah populasi harimau sumatera di kawasan TNKS
tersebut setiap tahun menyusut akibat maraknya perburuan liar serta perambahan
hutan.
Berdasarkan data yang ada di TNKS, jumlah populasi harimau sumatera ini sampai dengan
awal 2014 lalu tersisa 50-60 ekor. Jumlah harimau sumatera yang masih
tersisa ini di TNKS tersebar dalam empat provinsi—meliputi Bengkulu,
Jambi, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat. Jumlah
populasi harimau Sumatera di kawasan TNKS tersebut
setiap tahun terus menyusut akibat maraknya perburuan satwa liar, serta aksi
perambahan hutan untuk pembukaan lahan pertanian, pembalakan hutan, ataupun
usaha tambang.
Ancaman terhadap kelestarian satwa di TNKS
belakangan ini bukan saja mengancam satwa khas Sumatera tersebut, tapi juga
terjadi pada jenis hewan lainnya yakni gajah dan badak sumatera. Selain itu, di
lokasi TNKS juga mulai terjadi kerusakan yang tergolong parah. Untuk wilayah
Provinsi Bengkulu yang meliputi Kabupaten Mukomuko, Lebong, Rejanglebong, dan
Bengkulu Utara dengan luas mencapai 340 ribu hektare, berdasarkan foto udara
Citra Satelit, 20.000 hektare sedangkan mengalami kerusakan.
Penyelamatan harimau menjadi penting,
karena populasi harimau sedunia saat ini hanya tersisa antara 3000 hingga 4000
ekor di alam liar. Jumlah ini menyusut drastis dari sekitar 100.000 di awal
abat ke-20. Penyebab utama adalah perburuan besar-besaran satwa karismatik ini.
Selain itu, spesies kucing terbesar di dunia ini telah kehilangan lebih dari 93
persen wilayah sebaran awalnya akibat pembukaan hutan untuk ekspansi pemukiman
serta industri pertanian dan kehutanan.
Kemajuan teknologi
informasi ternyata membawa dampak buruk bagi perlindungan subspesies harimau
terakhir yang dimiliki Indonesia ini. Mudahnya akses internet membuat jalur
perdagangan ilegal harimau dan bagian tubuhnya menjadi lebih mudah. Penjual dan
pembeli dapat melakukan transaksi secara langsung dan barang dikirimkan melalui
jasa pengiriman barang, tanpa harus bertatap muka. Ini mempersulit para penegak
hukum dalam memantau jalur perburuan dan perdagangan ilegal harimau.
Senada dengan
kondisi hewan endemik pada umumnya, populasi Harimau Sumatera kian menurun. Perburuan, pembebasan lahan hutan,
dan aktivitas ekonomi lainnya mengganggu keseimbangan habitat mereka.
Penangkapan babi dan rusa yang kerap dilakukan masyarakat juga merusak sistem
rantai makanan para hewan di dalam hutan.
Apalagi, dalam
satu tahun setidaknya Harimau Sumatera membutuhkan 50 ekor babi sebagai
makanannya. Berkurangnya jumlah hewan yang menjadi target mangsanya, tentu
sangat mempengaruhi kelangsungan hidup mereka. Banyaknya peminat barang-barang
yang terbuat dari kulit Harimau asli pun menjadi salah satu ancaman yang sulit
dihindari sekalipun telah diatur dalam UU pasal 21 nomor 5 tahun 1990 poin (d)
yang berbunyi “setiap orang dilarang untuk memperniagakan, menyimpan atau
memiliki, kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau
barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau
mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di
luar Indonesia”.
Bagi yang
melanggar hukum ini dijatuhi sanksi pidana maksimal 5 tahun kurungan dan
maksimum denda sebesar Rp. 100 juta. Sayangnya, hingga kini ketegasan hukum
yang telah disahkan ini tetap tidak mampu menghentikan perburuan terhadap
Harimau Sumatera di Pulau Sumatera.
Berdasarkan tradisi yang masih diyakini masyarakat di Kerinci, Jambi,
hingga saat ini, Harimau Sumatera merupakan sahabat nenek moyang mereka.
Harimau Sumatera sendiri dianggap sebagai ‘Hewan yang dikeramatkan’ bagi
mereka. Hendaknya tradisi seperti ini mampu membantu agar mamalia langka ini
tetap lestari. Hampir semua desa dalam wilayah Kerinci, memiliki
cerita unik tentang hubungan manusia dengan si raja hutan. Harimau dianggap
memiliki kekuatan sakti, yang suatu saat bisa dimintai pertolongan.
Kepercayaan
yang dianut oleh masyarakat Kerinci tentang harimau merupakan warisan dari
nenek moyang mereka yang konon telah berperan serta dalam melestarikan hutan di
wilayah Kerinci yang merupakan habitat asli dari harimau Sumatra.
Ulah oknum yang tidak bertanggung jawab melakukan
perburuan dan pembunuhan satwa dikawasan TNKS yang dapat memyebabkan terancam
punahnya populasi harimau Sumatera secara tidak langsung dapat mengancam kelestarian
hutan. Sangat diperlukan kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian satwa
dan hutan yang merupakan bagian unsur keseimbangan alam, peran masyarakat yang
juga harus terlibat langsung dalam upaya mencegah dan memelihara lingkungan alam
dimana mereka menjalani kehidupan bermasyarakat.
Jadilah Manusia yang
Baik dengan Ikut Memelihara Kelestarian Keseimbangan Alam
EmoticonEmoticon