LEMANG KULINER TRADISI KHAS KERINCI


Lemang bukan sekadar makanan biasa bagi masyarakat Kerinci, Tapi lebih dari itu, hidangan ini mengandung nilai tradisi yang mengalir secara turun-temurun. Bahkan, lemang dijadikan sebagai salah satu lambang sebuah perayaan hari-hari sakral. Artinya, sebuah acara tak akan sempurna tanpa kehadiran makanan yang dimasak di dalam bambu ini.

Lemang merupakan kuliner asli Kerinci yang biasa disajikan disajikan pada saat Kenduri Sko, Kenduri sesudah tuai padi, menyambut lebaran dan acara maulid Nabi Muhammad SAW. Lemang juga memiliki makna bagi masyarakat Kerinci yaitu:
  1.  Seruas bambu lemang berarti bulat air dek pembuluh, bulat kato dek    mufakat. Semua pelaksanaan telah   satu runding atau satu tujuan.
  2.  Beras ketan untuk lemang berarti, erat dan kekuatan tali persaudaraan  dalam persatuan bermasyarakat.
  3.  Air santan putih, pengertiannya, Putih kapas boleh dilihat putih hati berkeadaan. Semua yang dikorbankan untuk kegiatan acara kenduri sko merupakan keikhlasan hati atau ketulusan hati, tanpa ada rasa rugi sedikitpun.    

Rasanya yang khas dan unik mengundang selera, lemang juga menyimbolkan sebuah tradisi untuk mensyukuri hasil-hasil pertanian, khususnya beras yang melimpah ruah di Kerinci berhawa sejuk ini. Hal ini terlihat dari penyajian lemang pada setiap pelaksanaan kenduri sudah tuai (syukuran setelah masa panen) atau kenduri sko (syukuran pengangkatan pemangku adat). Dalam upacara adat tersebut, lemang dijadikan sebuah makanan wajib yang dihidangkan bagi seluruh warga yang hadir, serta dibawa pulang sebagai oleh-oleh untuk para     
undangan.

Bahan dasar makanan ini adalah terdiri dari ketan hitam, putih atau ketan lainnya. Dengan kreativitas warga, lemang juga dibuat dengan menggunakan berbagai bahan dasar lainnya, seperti labu dan ubi jalar. Uniknya, makanan ini biasanya dibuat secara bergotong-royong yang dilakukan oleh kaum perempuan. Dalam pembuatannya, kaum perempuan yang biasanya berasal dari 6 hingga 8 keluarga memasak lemang pada satu tempat.

Dalam hal ini, kaum laki-laki hanya bertugas mencari bambu muda serta mendirikan penyangga yang terbuat dari potongan batang pisang dan menggunakan palang dari bambu yang berisi air. Setelah perlengkapan ini selesai, maka selesai pula tugas kaum laki-laki. Biasanya, bambu muda itu diambil oleh kaum laki-laki dari atas perbukitan. Sambil menunggu kaum laki-laki menyiapkan perlengkapan memasak lemang, ibu-ibu beserta anak gadisnya sibuk pula melayukan daun pisang, memeras santan, serta menyiapkan bahan-bahan lainnya. Selanjutnya, daun pisang tersebut digulung untuk selanjutnya dimasukkan kedalam potongan bambu.


Namun jangan dianggap sepele untuk memasukkan gulungan daun pisang ke dalam potongan bambu. Apalagi daun pisang tersebut berada dalam keadaan lunak setelah dilayukan. Untuk memasukkan gulungan daun pisang, ibu-ibu di Kerinci mempunyai strategi tersendiri. Daun pisang tersebut disisipkan di pelepah daun pisang. Secara perlahan gulungan daun pisang tersebut dimasukkan secara berputar ke dalam bambu. Kemudian setelah kedudukan daun terletak sempurna, maka pelapah tersebut kembali diputar secara perlawanan sambil di keluarkan dari bambu.

Untuk satu ruas bambu berdiameter 5-8 cm, diperlukan 250-350 gram ketan. Berikut, bambu-bambu tersebut siap diisikan dengan bahan dasar lemang , santan secukupnya, serta sejumlah bahan rempah lainnya. Setelah itu, lemang dipanggang dengan cara bersisian dengan api. Kaum ibu-ibu secara tekun terus menjaga kobaran api sehingga tidak sampai menghanguskan bambu berisi lemang.

Bahkan, pembuatannya lebih terlihat seperti menggunakan panas asap dan bara api. Maka untuk mendapatkan lemang yang enak, uhang Kincai memasaknya dalam kisaran 3-4 jam. Mungkin saja dikarenakan lebih menggunakan panas asap dan bara, lemang uhang Kincai memberikan rasa yang menjanjikan.

Tidak ada keterangan pasti tentang awal mulanya kebiasaan membuat lemang di Kerinci. Namun yang jelas, makanan tersebut merupakan salah satu menu kunci dalam setiap kegiatan-kegiatan sakral. Karena kebiasaan turun temurun tersebut, sudah bisa dipastikan bahwa seluruh kaum wanita di Kerinci paling barat Provinsi Jambi ini memiliki pengetahuan dalam membuat lemang.

Tradisi ini melemang orang Kerinci merupakan rasa kegembiraan dan rasa syukurnya atas anugerah hasil pertanian. Makanya, lemang tidak saja disuguhkan dalam jamuan, namun juga diberikan sebagai oleh-oleh bagi para undangan yang datang.

Hingga saat ini memang belum ada petunjuk pasti kenapa dan sejak kapan tradisi itu dilakukan. Namun yang jelas, kebiasaan bersyukur itu harus tetap dipelihara oleh masyarakat Kerinci.


EmoticonEmoticon