SIALANG BELANTAK BESI – TITIK BATAS JAMBI ALAM MINANGKABAU DAN RIAU


Menurut tambo-tambo lama, Sialang Belantak Besi merupakan suatu tempat yang sangat penting bagi daerah Minangkabau, Jambi dan Riau. Karena tempat ini merupakan titik perbatasan diantara ketiga daerah tersebut. Berikut ini diuraikan mengapa titik perbatasan itu disebut demikian.
Dalam strukturnya, kepemimpinan masyarakt Jambi terdapat daerah atau wilayah yang termasuk dalam kerajaan Jambi yang disebut dengan daerah Pucuk Jambi dan daerah yang berdada di sembilan lurah di sepanjang sungai Batanghari. Tepatnya antara daerah Sialang Belantak Besi dan Durian Batakuk Rajo. Dalam MALPU – 85 telah diuraikan sebelumnya bahwa salah satu titik batas antara Alam Minangkanau dengan Jambi adalah Durian Batakuk Rajo. Lihat Peta berikut ini.
Daerah Durian Batakuk Rajo telah dipatok oleh Datuk Ketamanggungan sebagai batas wilayah antara Minangkabau dengan Jambi, kemudian pada abad ke 15, diadakan lagi penguatan perjanjian antara Pangeran Temenggung Kabur Dibukit dengan Raja Bakilat Alam dari Pagarruyung dan Depati Atur Bumi yang mewakili pemerintahan Depati IV Alam Kerinci di Bukit Perban Besi dan Bukit Anggang Tekuluk menyatakan perbatasan tiga daerah (pada waktu) yiatu Alam Minangkabau, Alam Kerinci dan Jambi di Durian Batakuk Rajo.
Pucuk Jambi adalah wilayah Tujuh Koto di Sialang Belantak Besi dan Sembilan KoTo di Durian Batakuk Rajo. Daerah Sembilan Koto yang terdiri dari Tanjung Simalidu, Kuamang (sekarang masuk Sumatera Barat), Teluk Kayu Putih, Dusun Mersam, Sengakti Besar, Malapari, Tantan, Bingin Besar, Suko Berani, Sukrejoosago, Tebaran Panjang, Dusun Tuo, Pasi Mayang, Teluk Cimpako, Pulau Musang, Tabuan, Juar, Dusun Baru dan Sungai Abang. Sedangkan Daerah Tujuh Koto dan Tujuh Luhak, yaitu Sungai Rumbai, Paga Puding, Jambi, Rembahan, Rantau Langkah, Tanjung Alur, Pemuatan, Muaro Danau, Sialang Kecil, Pulau Tamiang dan Teluk Kuali.
Negeri-negeri inilah yang disebut dengan Pucuk Jambi Sembilan Lurah dimaksudkan adalah daerah-daerah yang masuk dalam Alam Kerinci lama (Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah) yang teridiri dari daerah: Depati IV Alam Kerinci (wilayah Depati Rencong Telang, Depati Atur Bumi, depati Biang Sari dan Depati Muara Langkap) dikenal dengan istilah Empat Diatas. Kemudian ditambah lagi wilayah kedepatian Tiga Dibaruh yang terdiri dari wilayah Depati Setio Rajo, Depati Setio Nyato, dan Depati Setio Betis.
Kemudian ditambah Dua Wilayah Pamuncak (Pamuncak Sungai Rengas, dan Pamuncak Pemberab dan Pemenang). Dalam Pengertian lain, wilayah Sembilan Lurah melingkup sembilan wilayah anak sungai pecahan dari sungai Batanghari, yaitu: Sungai Batang Merangin, Sungai Batang Masumai, Sungai Batang Asai, Sungai Batang Tabir, Sungai Batang Musang, Sungai Abang, Sungai Rumbai, Sungai Batang Bungo, Sungai Batang Tebo. Menurut hasil penyelidikan, dari daerah-daerah itulah nenek moyang masyarakat Jambi berasal. Tepatnya berasal dari daerah uluan sungai Batanghari.
Khusus untuk daerah Sialang Belantak Besi, pada mulanya penduduk dari Tiga Laras di Alam Minangkabau (Laras Siguntur, Sitiung, dan Kota Baru) yang sekarang terletak di Kecamatan Pulau Punjung – Kabupaten Dharmasraya, datang ke tempat tersebut untuk mengambil madu lebah yang terdapat di pohon sialang. Masyarakat setempat dan yang berasal dari ketiga kelarasan tersebut memanfaatkan madu lebah tersebut sebagai mata pencaharian pokok, baik untuk dibutuhka sendiri maupun untuk digunakan tujuan komersial (barter pada waktu itu).
Akhirnya jumlah penduduk menjadi semakin banyak, namun dalam belum terbentuk adanya sistem pemerintahan seperti nagari-nagari yang sudah ada di Alam Minangkabau. Kemudian atas kesepakatan mereka menghadap raja Minangkabau yang berkedudukan di Galundi Nan Baselo, di kaki Gunung Merapi untuk minta izin mendirikan nagari tetapi tetap dibawah kendali kerajaan Pagarruyung- Minangkabau.
Kebetulan yang menjadi raja waktu itu pada awal abad ke 15 masehi yaitu Ananggawarman atau anak dari Adityawarman, yang oleh masyarakat sering disebut sebagai Rajah Maharaja Sakti yang berasal dari keturuan Magat (dewa), mengirimkan anaknya sebagai wakil raja yang membawari wialyah Sialang tersebut. Sesampainya di daerah Sialang, wakil raja itu memerintah salah seorang anak buahnya untuk membuat patok dari besi yang ditancapkan ke dalam tanah. Akhirnya, jadilah daerah tersebut bernama Sialang Belantak Besi. Seterusnya raja-raja di wilayah Jambi, termasuk Indragiri kemudian merupakan anak keturunan dari penduduk setempat dan keturunan dari Raja Magat atau Maharaja Sakti.
Raja Magat (Maharaja Sakti) mempunyai tiga orang anak, salah satunya bernama Puti Pinang (daerah Jambi dikenal dengan nama Puti Salaro Pinang Masak). Anak beliau yang bernama Magat Paduka, diangkat menajdai Raja Kedua menggantikan Maharja Sakti menguasai wialayah Sialang, Kampung Raja. Megat Paduka ini menikah dengan Anak Raja Kota Kandis di Hulu Kuantan. Raja Kota Kandis sendiri masih tebilang saudara dari Maharaj Sakti yang berkedudukan di Kampung Dalam Pagarruyung.
Setelah perkawinan tersebut, kedua pasangan anak raja tersebut kembali ke daerah Sialang Belantak Besi dan beranakpinak di sana. Turunannyalah uang memudian menjadi nenek moyang bagi penduduk di sekitar Sungai Indragiri, baik Indragiri Hulu maupun Indragiri Hilir.

Semenjak itu daerah Sialang Belantak Besi menjadi daerah milik bersama dan batas diantara tiga wilayah, dikenal sebagai Three Corners Sialang Belantak Besi, yaitu wilayah Alam Pagaruyung, Alam Kerinci (Jambi) alam Melayu Riau.

--------------------------------------------
MEMBONGKAR ADAT LAMO PUSAKO USANG – 105
H. Aulia Tasman
Gelar Depati Muaro Langkap
Jambi, 5 Desember 2014


EmoticonEmoticon