IKAN PUYU KHAS ALAM KERINCI SEMAKIN LANGKA


Kerinci Inspirasi (Red). Ikan puyu merupakan ikan khas Kerinci setelah ikan semah, perairan air tawar Kerinci juga sangat potensial untuk pengembangan ikan tersebut. Ikan puyu ialah jenis ikan air tawar yang habitatnya di genangan air tawar yang tenang seperti danau, telaga, payau sungai, bahkan sawah-sawah dalam .

Ikan Puyu mempunyai kepala besar dan sisik keras kaku. Sisi atas tubuh gelap kehitaman agak kecoklatan atau kehijauan, sisi samping kekuningan, sisi belakang tutup insang bergerigi tajam seperti duri. Ikan puyu sudah semakin langka di Alam Kerinci, populasi ikan puyu yang masih ada adalah di danau Kerinci. Dahulu semasa zaman nenek moyang sampai pada tahun 1990 ikan puyu masih banyak dan mudah dijumpai di sungai batang merao Kerinci, disawah-sawah atau payau.

Masyarakat Kerinci mengambil ikan puyu biasanya dengan cara memancing, memasang lukah, jala. Pada tahun 80-an ikan puyu merupakan menu favorit masyarakat Kerinci, karena ikan puyu pada masa tersebut mudah didapat dari sungai, rawa dan danau Kerinci. Ikan puyu merupakan ikan lokal air tawar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan digemari oleh masyarakat  Ikan ini memangsa aneka serangga dan hewan-hewan air yang berukuran kecil. puyu jarang dipelihara orang, dan lebih sering ditangkap sebagai ikan liar.

Populasi ikan puyu sudah semakin langka dikarenakan lahan habitat hidupnya sudah semakin sempit akibat dari laju petumbuhan pola hidup masyarakat. Dimana lahan yang dulu tempat hidup ikan puyu sudah berubah menjadi tempat berbagai macam bangunan modern serta pengerukkan sungai, yang akan mengakibatkan tempat berkembang biakkan ikan puyu tergangu.

Kurangnya usaha untuk membudidaya ikan puyu oleh masyarakat merupakan salah satu sebab langkanya ikan tersebut, pemerintah daerah telah berusaha menabur bibit benih ikan puyu didanau Kerinci sebagai upaya meningkatkan kuantitas ikan di Danau Kerinci yang nantinya diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Terutama para nelayan yang selama ini menggantungkan hidup mereka dari hasil tangkapan ikan.

Untuk menambah nilai ekonomi bagi masyarakat Alam Kerinci khususnya yang bertempat tingal sepanjang sungai Batang Merao, Batang Merangin dan Danau Kerinci masyarakat diharapkan dapat membudidayakan ikan puyu. Ikan puyu juga bisa dibuat atau diolah menjadi menu makanan yang lezat untuk menu keluarga maupun untuk dijual kepada masyarakat dan kepada wisatawan yang berkunjung ke Kerinci sebagai ole-ole khas Kerinci. (dodi.red).

Peranan Mantera Dalam Kehidupan Masyarakat Melayu Alam Kerinci


Kerinci Inspirasi (Red). Mantera merupakan suatu yang tidak asing lagi bagi masyarakat melayu Alam Kerinci karena merupakan unsur sangat penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari seperti upacara Tolak Bala (Balimau), Kenduri Sko, tarian Lukah gilo dan Mandi Berminyak. Mantera merupakan komponen dan unsur atau konteks sosial ritual serta orientasi nilai budaya anggota masyarakat. Mantera dan upacara ritual masih berfungsi dalam masyarakat yang mempunyai hubungan serta kesan nilai budaya masyarakt Melayu Alam Kerinci. Mantera ada yang digunakan masyarakat dari warisan sebelum Islam dan ada setelah agama Islam masuk ke Alam Kerinci.

Sebelum Islam Masuk syair mantera dipengaruhi kepercayaan aninisme dan dinanisme serta perkembangannya masa hindu dan budha kepercayaan kepada roh halus dan dewa-dewa. Setelah masuk agama Islam, mantera disusupi unsur islami seperti tasawuf, penyebutan nama-nama Nabi, pujian-pujian kepada Alloh SWT, sholawat kepada Nabi Muhammad SAW dan kalimat dzikir sebagai bentuk permohonan yang dilantunkan melalui bait-bait syair mantera.

Seni budaya tradisional sebelum masuk agama islam ke Alam Kerinci sangat kental sekali unsur mistiknya yang mengunakan peranan mantera, seperti nyahoa, nyahoa adalah syair mantera yang digunakan dalam upacara adat masyarakat melayu Alam Kerinci kuno yang masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme, Nyaho merupakan kata seru, untuk memanggil roh-roh nenek moyang, maka roh-roh nenek moyang akan memasuki sukma pengunjung atau orang yang berobat.

Permainan Lukah gilo salah satu permainan hiburan yang media permainannya mengunakan lukah (alat penagkap ikan), lukah tersebut bisa menari setelah diasuh oleh pengasuh atau pawing dengan syair mantera-,mantera mistik permaianan ini termasuk peningalan buadaya kuno melayu kerinci sebelum masuk agama Islam.

Peranan mantera masuk dalam segala sendi kehidupan masyarakat Melayu Alam Kerinci seperti seni tari, upacara adat, pengobatan, seni bela diri pencak silat dan ilmu beladiri ghoib, ritual meminta hujan, dan lain-lainnya.

Seiring dengan kemajuan zaman yang sudah berkembang pada era globalisasi ini tradisi-tradisi itu sudah mulai berkurang khususnya yang mengkaji mantra. hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu saja  dan generasi penerusnya yang mewarisi, kemajuan teknologi sangat berkembang yang membuat sebagian orang, ada yang masih mempertahankan dan adapula orang yang sudah tidak memakainya lagi.

Kehadiran mantera itu sendiri berpangkal pada kepercayaan masyarakat di dalamnya yang memunculkan fenomena yang semakin kompleks dijaman sekarang. Sejumlah penilaian, sikap, dan perlakuan masyarakat terhadap mantera semakin berkembang. Ada sebagian masyarakat yang begitu mengikatkan secara penuh maupun sebagian dirinya terhadap mantra dalam kepentingan hidupnya. Sebagian masyarakat lainnya secara langsung atau tidak langsung menolak kehadiran mantera dengan pertimbangan bahwa menerima mantera berarti melakukan perbuatan syirik. Pada bagian masyarakat yang  disebutkan pertama dapat digolongkan ke dalam masyarakat penghayat atau pendukung mantera, sedangkan bagian masyarakat yang lainnya digolongkan ke dalam masyarakat bukan penghayat mantera.

Dalam kehidupan sehari-hari dikalangan masyarakat awam, dan intelektual juga masih ada yang memakai mantera yang diyakini dapat mengatasi berbagai persoalan dalam kehidupan. Mantra pertanian adalah ilmu yang dimiliki oleh orang tertentu yang diwariskan secara turun-temurun kepada orang yang berhak mewarisinya, karena dalam menggunakan mantra ini harus dengan syarat-syarat yang dimiliki oleh pemilik mantra itu sendiri.

Contoh Mantera kuno untuk pengobatan yang berumur ribuan tahun sebelum masuknya agama Islam salah satu diantaranya adalah Tawo capao/capo/tasapo/tawa tasapa :

Kau yao ini tadui manitai batang kalapo
Apo sajeo kemarai tadui
Akau mengambik tawo capao
Mengambik tawo capao Si (………………..)
Antah capo ura gageah, ura baranui
Ura tacucao, ura tanganggah
Tibeo tawo capao
Bersih pllaoh di knai
Ba ulea dareah di mukao........................dst...........................

Contoh Mantera kuno untuk memakai kuluk ketika wanita akan menari yang berumur ribuan tahun sebelum masuknya agama Islam :

Kulaok ikeak sambilea
Sak dateh dado yarui
Akau ilaok munyamo inta
Ilaok munyamo bidadarui

Contoh Mantera kuno untuk perisai beladiri yang berumur ratusan tahun setelah masuknya agama Islam :

Kin kato Alloh
Kin kato Muhammad
Yakin kato Alloh
Tempurung berbaju besi
Aku berbaju temiang bulu
Aku memakai keyakinan kato Alloh
Aku terkurung tidak mati………….dst………………………..

Mantera sebagai suatu karya yang di wariskan secara turun- temurun kepada orang yang berhak, karena tidak semua orang bisa melakukannya. Mantera merupakan suatu adat istidat yang masih dipercayai oleh masyarakat, penghayatnya sebagai kebutuhan penunjang setelah kehidupan agamanya dijalani secara sungguh-sungguh. Adanya kebutuhan terhadap mantera sebagai warna yang menghiasi kehidupan sehari-hari. Kegiatan tersebut tidak terlepas dari keadaan alam dan mata pencaharian.

Mantera merupakan sebuah kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Alam Kerinci sebagai bagian dari budaya. Mantera dapat memberikan gambaran luas tentang pola dan macam kehidupan masyarakat pendukungnya. Sebagai bagian dari budaya mantera merupakan suatu keberhasilan karya cipta sastra yang harus diwariskan dari generasi kegenerasi.

Suku Anak Dalam Sumatera Yang Terasingkan Dan Terlupakan


Kerinci Inspirasi (Red). Suku Kubu atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatera, tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Mereka mayoritas hidup di provinsi Jambi, dengan perkiraan jumlah populasi sekitar 200.000 orang.

Ada banyak versi tentang asal-usul (salah satu) suku asli Sumatra yang hidup nomaden di hutan ini. Salah satunya, versi Departemen Sosial (1988) dalam seri masyarakat terasing di Nusantara.  Disebutkan, pada pertengahan abad 17 terjadi perang antara Kerajaan Jambi yang dipimpin Puti Selaras Pinang Masak dengan Kerajaan Tanjung Jabung pimpinan Rangkayo Hitam. Raja Pagaruyung di tanah Minang, yang merupakan ayahanda dari Puti Selaras Pinang Masak, memutuskan untuk mengirim pasukan bantuan ke Kerajaan Jambi. Namun karena jarak yang ditempuh terlalu jauh, medannya sangat berat, dan kehabisan persediaan makanan, para prajurit itu tidak mampu mencapai Kerajaan Jambi. Tapi karena tak ingin menanggung malu bila pulang kembali ke Pagaruyung, mereka memutuskan untuk tinggal selamanya di hutan. Mereka itulah yang kemudian menjadi SAD.

Versi lain (Van Dongen, 1906) mengatakan, SAD adalah salah satu kelompok Melayu Tua dari rumpun Melanesia, sama seperti suku Dayak, Sakai, Mentawai, Nias, Toraja, Sasak, Batak pedalaman, dan Papua. Kelompok masyarakat Melayu Tua ini merupakan eksodus gelombang pertama dari Yunan (Cina selatan) yang masuk ke wilayah Nusantara sekitar tahun 2000 SM. Mereka kemudian lari dan tersingkir ke hutan ketika datang kelompok Melayu Muda yang mengusung peradaban lebih tinggi.

Kehidupan mereka sangat mengenaskan seiring dengan hilangnya sumber daya hutan yang ada di Jambi dan Sumatera Selatan, dan proses-proses marginalisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan suku bangsa dominan (Orang Melayu) yang ada di Jambi dan Sumatera Selatan. Mayoritas suku kubu menganut kepercayaan animisme, tetapi ada juga beberapa puluh keluarga suku kubu yang pindah ke agama Islam

Penyempitan dan penyingkiran Orang Rimba dari habitatnya, yakni hutan-hutan primer, telah berlangsung sejak dahulu. Bagaimana hidup mereka bila tidak ada hutan-hutan, habitat mereka. Ini adalah masalah kronis yang memerlukan penanganan dengan pendekatan yang berpusat pada perlindungan dan penyediaan habitat dan ruang hidup mereka. Tanpa hal ini perlindungan dan penyediaan.

Kebun kelapa sawit itu adalah kebun para petani plasma. Inti dari usaha perkebunan sawit itu dimiliki oleh perusahaan nasional. Meluasnya perkebunan kelapa sawit, baik dari perusahaan-perusahaan maupun para petani plasma, telah ikut mengubah habitat Orang Rimba. Sebelumnya, habitat Orang Rimba telah menyempit akibat konsesi-konsesi kehutanan yang dipegang oleh perusahaan-perusahaan pemegang HPH (Hak penguasaan Hutan) dan HPHTI (Hak Pengusahaan Hutan Tanaman industri), juga oleh perluasan permukiman dan ladang pertanian para petani transmigran.

Sebaran Orang Rimba berada di wilayah Kabupaten Sarolangun, Kabuaten Merangin, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo dan Kabupaten Batanghari. Populasi terbanyak mereka sekitar 1.500 an orang berada di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD), selatan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT), dan sebagian lagi berada tersebar di wilayah-wilayah konsesi kehutanan (perusahaan Hutan Tanaman Industri) dan perkebunan-perkebunan kelapa sawit, dan di sepanjang Jalan Lintas Sumatra Sarolangun Bungo.

Marjinalisasi (pemingiran/pembatasan) Orang Rimba dimulai awal dekade tahun 1970-an ketika 16 perusahaan HPH melakukan pembalakan kayu dengan total luasan konsesi 1,6 juta hektar. Selanjutnya marjinalisasi berlangsung akibat perluasan perkebunan sawit seluas 168.332 hektar, Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 732.713 hektar serta lahan transmigrasi yang luasnya mencapai 300.000 hektar. Dari kajian WARSI tahun 2013 jumlah Orang Rimba di Jambi berjumlah 3.900 jiwa. Jumlah mereka ini jauh lebih banyak dari yang tinggal di setidaknya 5 lokasi Perumahan Sosial yang disediakan Kementerian Sosial. Menurut peneliti WARSI, diperkirakan di lokasi Karya Bakti, tersedia sekitar 60 rumah, Di Lokasi Air Hitam 50 rumah, Di lokasi Pemenang 40 rumah, di lokasi Kungkai 20 rumah, Lubuk Bedorong 30 rumah.


Sebagian besar kelompok Orang Rimba Jalan Lintas Sumatra menggantungkan hidup dari berburu babi, mengumpulkan pinang dari masyarakat sekitar, mengumpulkan bibit karet, mencari pete atau jengkol, mencari brondol sawit, sampai pengumpul barang bekas. Selain itu sebagian dari mereka menjalani menjadi orang miskin dengan pekerjaan yang tidak menentu beredar di desa hingga ke kota kabupaten dan kota provinsi untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Memang sejumlah Orang Rimba Jalan lintas Sumatra telah mendapatkan fasilitas rumah di Perumahan Sosial dari pemerintah. Warsi mencatat faktor terpenting dalam program pemukiman bagi Orang Rimba adalah penyediaan lahan sebagai sumber penghidupan yang berkelanjutan untuk pertanian maupun untuk berburu dan mengumpulkan hasil hutan di sekitar tempat tinggal mereka.

Mengubah kondisi kehidupan Orang Rimba saat ini agar menjadi lebih baik memerlukan arah rute jalan yang tepat. Kalau selama ini arus besarnya yang mereka hadapi menyempitkan habitat ruang hidup Orang Rimba, dan gelombang arus ini masih terus datang, maka yang musti dibangun adalah arus balik dengan melindung dan menyediakan habitat ruang hidup Orang Rimba. Masalah kronis Orang Rimba tidak bisa diselesaikan tanpa kombinasi pengabdian, kerja keras, dan arah rute jalan tepat.


------------------------------------------------------------------------
DAFTARA PUSTAKA :

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Kubu

Kategori

Kategori