HALAMAN 4
Mendapat jawaban dari H.Ismail, maka pihak
Belanda mengirimkan pasukan dan perlengkapan perang untuk menyerang Pulau Tengah, Belanda memperalat dua orang penduduk
pribumi untuk menjadi penunjuk jalan untuk melakukan
penyerangan ke Pulau Tengah, kedua penduduk pribumi itu diperalat dengan di iming imingi akan diberi hadiah oleh Belanda.
Pada tanggal 27 Mei 1903, Belanda mulai melancarkan serangan dari dua arah dan jurusan secara serentak. Peperangan di kawasan ini berlangsung seru, sangat sulit bagi Belanda untuk menembus benteng pertahanan rakyat dan pejuang Kerinci, dengan kekuatan maksimal Belanda terus menggempur pertahanan para pejuang namun dapat dipatahkan. Puluhan bala tentara Belanda tewas akibat jerat Lentingan yang dipasang pejuang dan rakyat dibelakang lawang (pintu masuk) saat memasuki lawang yang terbuka sedikit dan Belanda berkumpul di daerah itu, dan tanpa mereka duga, para pejuang yang terdiri dari hulubalang, alim ulama dan rakyat memutuskan tali penahan lentingan, akibatnya pasukan penjajah Belanda tewas terhempas oleh lentingan bambu. Karena merasa kewalahan pasukkan Belanda yang bersenjata lengkap pontang panting mundur menyelamatkan diri masing masing menuju titik aman.
Meski telah jatuh banyak korban namun pihak Belanda tetap keras kepala dan berusaha untuk menaklukkan Pulau Tengah, Belanda kembali mendatangkan bala bantuan dan per senjataan modern terdiri dari meriam, bayonet dan senjata senapang laras panjang, bersama bala bantuan yang didatangkan dari Padang, Belanda untuk kedua kalinya kembali melancarkan serangan dengan sasaran Lubuk Pagar menuju Dusun Baru dan kearah Benteng Telaga. Pada jam 6.30 pagi Belanda melakukan penyerangan ke Benteng Telaga, kali ini serangan Belanda dapat dilumpuhkan oleh para hulubalang dan para pejuang, dan menimbulkan banyak korban jiwa dari pihak rakyat dan pejuang telah gugur 3 orang. Keesekoan harinya untuk membalas kekalahan kedua, Serdadu Belanda kembali menggempur markas benteng pertahanan pejuang. saat pagi pagi buta sekitar jam04.0006.30. Belanda melakukan serangan fajar dan menimbulkan korban yang sangat besar dari pihak Belanda, lebih 300 orang serdadu Belanda tewas bergelimpangan, sementara dari pihak pejuang dan rakyat tercatat 31 orang yang gugur.
Belanda dengan keserakahan dan akal liciknya baru berhasil merampas dan menduduki benteng Telaga setelah Belanda berhasil menewaskan pimpinan perang “Bilal Sengak” beserta 2 orang Hulubalang yakni H.Abdul Kasim dan H.Bilal Pakih, ketiga orang tokoh pejuang ini gugur akibat terkena peluru yang ditembakan musuh.
Pasukan Belanda kembali melakukan serangan di Kota putih yang merupakan pintu gerbang masuk ke Pulau Tengah, para pejuang dengan gigih sampai tetes darah terakhir dengan kekuatan yang ada berusaha mempertahankan Kota Putih, dan dalam pertempuran selama satu hari jatuh 2 orang korban yakni hulubalang “Malin Malelo dan H.Yakin”, Pasukkan Belanda setelah mampu menewaskan kedua orang hulubalang melanjutkan perjalan ke gunung raya, mereka melewati dusun Benik dusun Jujun dengan maksud menggempur markas pertahanan rakyat di sebelah utara.
Di pihak lain pasukan Belanda yang datang dari jurusan Lempur, dan Semurup naik ke Bukit Betung dan sebagian dari pasukan Belanda melanjutkan perjalanan ke Gunung Raya dan bergabung dengan pasu kan yang dating dari Jujun, beberapa diantaranya menuju sungai Buai, dan di daerah ini terjadi pertempuran, pada pertempuran ini seorang pemuda Mat Saleh dan H.Husin dengan pedang terhunus melakukan penyerangan terhadap pasukan Belanda secara membabi buta. Peperangan di Sungai Buai berlangsung selama 3 jam, pada per tempuran ini puluhan serdadu Belanda tewas ditangan para hulubalang dan pejuang, meskipun pada pertempuran itu Mat Saleh gugur sebagai syuhada bangsa. Di daerah Pulau Tengah pertempuran berlangsung selama 3 bulan, pihak serdadu Belanda merasa kewalahan menghadapi para pejuang asal Pulau Tengah Kerinci, pada pertempuran ini ratusan serdadu Belanda dan 4 orang Opsir Belanda Tewas, pada masa pertempuran antara Belanda dan pejuang Pulau Tengah tercatat nama seorang Hulubalang bernama “Rio Indah” yang bertugas sebagai kurir besar keluar dusun.
Melihat Kezaliman dan kebiadaban yang dilakukan oleh serdadu Belanda, para alim ulama, tokoh tokoh adat menunjukkan sikap per lawanan, mereka dengan semangat jihad Fisabilillah menghadapi Be landa, pertempuran sempat terhenti karena pihak Belanda menunggu kedatangan bala bantuan dari Padang, sementara hulubalang, rakyat termasuk warga/tokoh dari Siulak (Depati Intan), Rawang dan Kerinci bahagian Hulu dengan siap siaga dan persenjataan pedang dan senjata sederhana mengintai kedatangan pasukan Belanda di puncak “Bukit Gedang”. Pada saat yang sama, di “Bukit Sitinjau Laut dan Ranah Manjuto terjadi pertempuran antara Belanda dan pasukan yang dipimpin Depati Parbo dan Depati Agung,dengan taktik Perang Gerilya.
Belanda mengirimkan sekitar 1000 orang pasukan dari padang, akan tetapi pasukan ini tak pernah sampai di Kerinci karena berhasil dipukul miundur para pejuang. Namun Belanda tidak pernah berputus asa, karena pada tahap berikutnya Belanda meminta bantuan ke da erah Jambi, dan karena pertahanan pejuang di Temiai tidak terlalu kuat dan tidak terjaga rapi, maka dengan leluasa sekitar1500 orang serdadu Belanda memasuki zona pertempuran di Alam Kerinci yang dipusatkan di Pulau Tengah.
FATIMAH JURA PEJUANG WANITA PEMBERANI DARI PULAU TENGAH.
Jika di Lolo wilayah Gunung Raya kita mengenal Srikandi Hajjah Fatimah yang berani mati dalam perjuangan di wilayah Dusun Lolo Gunung Raya, Kerinci
juga memiliki seorang
sosok wanita pemberani. Catatan dan keterangan yang penulis himpun mengungkap kan pada peristiwa pertempuran yang terjadi
di Pulau Tengah, seorang wanita pemberani dari Pulau Tengah bernama
“Fatimah Jura” dengan sekuat tenaga dan semangat yang menyala ia mempertahankan negerinya, sebagai “Panglima Perang“ wanita Fatimah Jura tanpa mengenal rasa takut dan dengan
taktik strategi yang
sempurna ia menyerang pasukan serdadu Belanda.
Beberapa serdadu belanda termasuk seorang Letnan Belanda berhasil dibunuh dengan sebilah keris di tangannya. Akibatnya bisa diduga, para serdadu Belanda meningkatkan serangannya secara membabi buta, tanpa rasa perikemanusiaan membakar Dusun Baru Pulau Tengah. Dalam kondisi dusun terbakar, pertempuran di Dusun Koto Tuo Pulau Tengah berlangsung hebat, Srikandi Fatimah Jura pun mengamuk dan tanpa ampun menyerang musuh. Fatimah Jura dengan sengit memimpin para wanita pejuang lainnya, ditengah tengah kobaran. api dan asap hitam yang mengepul membubung ke angkasa dari rumah ke rumah. Fatimah Jura memerintahkan kepada laskar pejuang untuk tidak menyerah, karena bagi Fatimah Jura dalam peperangan hanya ada satu kata “mati sebagai syuhada”, kemarahan Fatimah Jura semakin memuncak saat ratusan wanita, anak anak dan orang tua tua yang berlindung di lobang perlindungan hangus terbakar oleh api yang membara, pekikan dan tangisan yang sangat memilukan membuat hati Fatimah Jura semakin mendididh, pada saat kebakaran para korban tak dapat diselematkan, karena pada saat yang bersamaan juga terjadi pertempuran sengit antara pejuang dengan serdadu Belanda.
Meski pertempuran seru yang menelan korban jiwa ratusan orang dari pihak pejuang dan masyarakat Pulau Tengah dan Fatimah Jura pun telah gugur ditembak peluru Belanda, namun pejuang dan Panglma Perang Haji Ismail tetap tidak mau menyerah termasuk beberapa orang hulubalang lainnya, para pejuang itu termasuk H.Ismail bersembunyi dari satu rumah ke rumah penduduk lainnya di Dusun Koto Dian, beberapa puluh orang rakyat Pulau Tengah ditangkap dan disiksa Belanda karena mereka tidak bersedia menunjukkan tempat persembunyian para pejuang termasuk H.Ismail. Seorang pejuang lainnya H.Sultan dapat diketahui oleh Belanda, dan saat dikepung oleh serdadu Belanda pada salah satu rumah persembunyiannya, dengan keris di tangan, H.Sultan melompat ke luar rumah dengan keris terhunus dan “berselempang semangat”, menyerang serdadu serdadu Belanda, berhasil membunuh para beberapa orang serdadu Belanda, meski akhirnya iapun ikut gugur ditembak serdadu Belanda.
Pencarian H.Ismail terus berlanjut, dan pihak Belanda secara fisik tidak mengenal wajah H.Ismail. Rakyat dengan segala resiko yang akan terjadi tetap bertekad untuk melindungi H.Ismail dan tidak akan pernah menunjukkan tempat persembunyian H.Ismail, bahkan beberapa orang hulubalang dengan tegas mengabarkan bahwa H.Ismail telah tewas pada saat Dusun Baru menjadi lautan api. Mendengar kabar H.Ismail telah tewas barulah Belanda mengurangi aksi sapu bersih dan mengurang serangan terhadap pejuang, beberapa masyarakat yang mengetahui H.Ismail masih hidup meminta agar H.Ismail turun gunung tidak bergerilya. Di dusun H.Ismail berubah nama menjadi Haji.Abdul Samad, dan sampai beliau wafat pada tahun 1925 pihak Belanda tidak pernah tahu bahwa H.Abdul Samad, sebenarnya adalah H.Ismail yang mereka cari selama ini.
Pada saat pertempuran banyak korban jatuh, akan tetapi rakyat dan pejuang Pulau Tengah tetap merasa bangga dan puas, karena para pejuang dan rakyat telah membuktikan kepada Belanda bahwa rakyat Pulau Tengah bukanlah manusia pengecut, rakyat Pulau Tengah bu kanlah “anak betino orang lolo”. Jiwa kesatria hulubalang hulubalang diPulau Tengah sangat teruji, mereka dengan gagah berani dan siap mati bertempur tanpa kenal lelah dan menyerah menghadapi serangan musuh, masyarakat tanpa terkecuali bergotong royong mempersiapkan makanan untuk masa setahun pertempuran, kondisi asupan makanan yang cukup membuat para pejuang tak pernah melangkah surut, bagi mereka sekali berarti sudah itu mati untuk membela ibu pertiwi.
Saat masyarakat mempersiapkan kebutuhan untuk perang, pihak Belanda tidak mengetahui, karena pada saat itu Belanda sedang menghadapi pertempuran dengan pejuang di dusun dusun lain di luar Pulau Tengah. Rakyat Pulau Tengah bersatu padu bergotong royong dan bekerja secara diam diam membangun benteng pertahanan dan menggali lubang lubang perlindungan di bawah tanah, pekerjaan ini dilakukan secara ekstra hati hati dan tak satupun warga di luar Pulau Tengah yang mengetahui pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat Pulau Tengah.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa pada pertempuran itu lebih 300 orang serdadu Belanda tewas, sedangkan dari pihak pasukkan Pulau Tengah terdapat 31 orang pejuang gugur dimedan juang, diantara yang gugur tersebut termasuk Panglima Perangya H.Saleh. Informasi yang diperoleh, sebelum terjun ke medan peperangan H.Saleh terlebih dahulu melakukan shalat dan setelah shalat sunat H.Saleh dengan pekikkan “Allahhu Akbar” dan semangat heroik ia melakukan penyerangan terhadap serdadu Belanda, hanya dengan sebilah keris di tangan kanan ia mengamuk ditengah tengah serdadu Belanda, beberapa orang sedadu Belanda tewas bermandikan darah akibat tikaman keris H.Saleh, meski kemudian iapun gugur di tembak Serdadu Belanda yang bersenjatakan lengkap. Hingga saat ini ia dikenng sebagai Panglima Perang yang gugur sebagai syuhada bangsa.
Perlawanan yang dilakukan oleh srikandi Fatimah Jura dalam catatan resmi sejarah perjuangan Alam Kerinci, bahwa ia adalah sosok panglima p erang wanita yang paling ditakuti oleh pihak Belanda, yang dengan bersenjatakan sebilah Keris Fatimah Jura berhasil menewaskan puluhan serdadu dan seorang perwira Belanda ditangannya. Hal ini membuat pihak Belanda menjadi ”Kalap” dan mengamuk diluar batas perikema nusiaan, serdadu Belanda membakar Dusun Baru. Di antara kobaran api, Fatimah Jura meneriakkan semangat memimpin pasukannya untuk bertempur dan melibaskan senjatanya kepada setiap serdadu Belanda yang ditemuinya.
Kobaran api yang menyala nyala dan asap tebal yang menyelimuti langit Pulau Tengah, menimbulkan kepanikkan tersendiri dikalangan wanita, anak anak dan orangorang tua yang berlindung di dalam lubanglubang perlindungan yang dibangun dibawah rumah rumah penduduk. Kobaran api tersebut menyulitkan wanita dan anak anak yang berlindung di dalam lubang untuk keluar, dan akhirnya ratusan orang (lebih 300 orang) terutama wanita, anak anak dan orang tua tewas hangus terpanggang dibawah reruntuhan lubang lubang perlindungan.
Peristiwa Pulau Tengah menjadi Lautan Api dan semangat heroik para pejuang hampir memiliki kesamaan dengan Peristiwa Bandung Lautan Api di kota Bandung dan Peristiwa Perlawanan rakyat tanggal 10 Novem ber di Surabaya. Untuk di kawasan Sumatera, tampaknya perjuangan yang menewaskan ratusan rakyat dalam masa satu kali pertempuran hanya terjadi di Pulau TengahKerinciPropinsi Jambi, karena saat itu di pihak Belanda korban tewas mencapai lebih dari 300 serdadu tewas dalam waktu 6 bulan pertempuran di lokasi tersebut.
Kisah pertempuran rakyat Pulau Tengah dan jumlah Korban yang tewas dari kedua belah pihak tercatat sebagai pertempuran paling ban yak menimbulkan korban dan berlangsung paling lama sepanjang sejarah perjuangan di alam Kerinci. Pertempuran berlangsung selama 6 bulan, pihak Belanda telah mengerahkan lebih dari separuh kekuatannya yang ada di alam Kerinci, pihak Belanda juga mengirimkan bantuan serdadu dan peralatan perang dari Padan, bahkan seluruh kekuatan di markas Rawang dikirim ke medan pertempuran Pulau Tengah........BERSAMBUNG KE HALAMAN 5
HALAMAN 4
EmoticonEmoticon