SEJARAH PERJUANGAN RAKYAT KERINCI MELAWAN BELANDA 5

HALAMAN 5

Seperti juga kisah heroik pertempuran di tempat lain, maka per­ juanan rakyat alam Kerinci pun diwarnai peristiwa pengkhianatan yang dilakukan oknum penduduk pribumi yang terhasut dan tergiur oleh janji janji manis pihak Belanda. Adapun penghianatan yang tercatat dalam se­ jarah perjuangan di Alam Kerinci dilakukan oleh Tuanku Regen Indrapura dan beberapa orang oknum penduduk alam Kerinci sendiri. Tembusnya Benteng Batang Sangkir di Hiang, runtuhnya benteng benteng di Pulau Tengah antara lain disebabkan oleh pengkhianatan orang dalam sendiri yang direkrut Belanda untuk jadi mata­mata.

Dalam catatan sejarah (Tambo Alam Kerinci 3. Halaman 113­114), adanya pengkhianat tersebut tampak dalam penyerangan Ki Marakabeh di Markas Rawang. Dalam tambo disebutkan ketika Belanda melakukan pertempuran di Pulau Tengah, markas serdadu Belanda di Rawang kurang dijaga oleh serdadu Belanda, karena ratusan serdadu Belanda dikirim ke Pulau Tengah. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Ki Marakabeh dari Semurup yang mengajak beberapa puluh orang pemuda dusunnya untuk menyerang markas Belanda di Rawang. Namun rencana ini tercium oleh Belanda karena adanya bocoran dari penghianat yang ada di kalangan penduduk Semurup sendiri, sehingga pihak Belanda bisa menangkis serangan tersebut. Saat itu Belanda menyiapkan diri dengan taktik berlindung dan bersembunyi diatas loteng loteng rumah penduduk di dusun Koto Lanang.

Saat rombongan Ki Marakabeh memasuki dusun Koto Lanang dalam perjalanannya menuju markas Belanda di Rawang, diluar Perkiraan pihak Ki Marakabeh tiba tiba serdadu Belanda yang telah siap siaga melespaskan tembakan gencar dari loteng rumah ke arah rombongan pejuang. Saat mendapat serangan mendadak yang tidak di duga­duga itu pasukkan Ki Marakabeh berlindung dan berlari berpencar, beberapa diantaranya gugur di terjang peluru Belanda.

PANGLIMA PERANG DEPATI PARBO DITANGKAP BELANDA

Kisah perjuangan Depati Parbo yang Heroik membuat gusar para pejabat pemerintah Belanda, berbagai cara dan upaya terus dilakukan untuk menangkap Depati Parbo hidup atau mat., pengejaran terhadap tokoh pejuang yang sangat ditakuti Belanda dan disayangi oleh hulubalang dan rakyatnya terus dilakukan, namun dengan cara tipu muslihat akhirnya Belanda berhasil menangkap sosok pejuang panglima perang alam Kerinci tersebut.

 Pada hari Jum’at saat masyarakat sedang melakukan shalat Jumat, (versi lain menyebutkan pada malam hari saat warga melakukan shalat Nisfu Sya’ban) beberapa serdadu Belanda melakukan pengepungan dan penyanderaan terhadap masyarakat di dalam rumah ibadah Masjid Lolo. Saat itu pihak Belanda mengancam  akan membunuh rakyat/penduduk desa Lolo yang mendukung perjuangan Depati Parbo dan keluarga Depati Parbo yang sedang berada di rumah, apabila Depati Parbo tidak mau menyerah kepada pasukkan Belanda.

Pihak Belanda yang terkenal dengan tipu muslihatnya dan arogan, memerintahkan kepada para Depati untuk mencari dan menghubungi Depati Parbo agar mau diajak berunding. Ancaman dan intimidasi yang dilakukan Belanda membuat penduduk terutama kaum wanita dan usia lanjut serta anak anak menjadi gelisah dan ketakutan. Melalui perundingan yang sangat menegangkan dan demi menyelamatkan nyawa puluhan rakyat yang disandera, akhirnya dengan sangat berat hati beberapa depati dan tokoh masyarakat melakukan pencaharian terhadap Depati Parbo yang melakukan taktik perang gerilya di dalam hutan belantara di daerah Lempur Lolo hingga ke Renah Menjuto.

Setelah berhasil menemui Depati Parbo, maka utusan menyampaikan agar Depati Parbo menyerah kepada Belanda, karena jika Depati Parbo tidak menyerah maka rakyat dan keluarga yang tidak berdosa dan disandera Belanda di dalam Mesjid termasuk istri Depati Parbo akan dibunuh oleh serdadu Belanda. Dibawah tekanan mental serta dalih diajak untuk berunding serta untuk menghindari pertumpahan darah dikalangan rakyat tidak berdosa, akhirnya Depati Parbo bersedia turun gunung keluar hutan dan menerima tawaran Belanda untuk diajak berunding. Namun ternyata pihak Belanda dengan liciknya memanfaatkan kondisi ini untuk menangkap Panglima Perang Depati Parbo.

Sebenarnya Depati Parbo bersedia menemui Belanda bukan untuk menyerah, akan tetapi diajak berunding. Dan ia bersedia diajak berunding semata mata karena untuk menyelamatkan nyawa rakyat yang tidak berdosa yang disandera dan diancam dengan ancaman senjata api serdadu Belanda. Sebelumnya, beberapa kali Depati Parbo berhadapan dengan serdadu Belanda, akan tetapi selalu lolos dari upaya penangkapan, karena ket­ rampilan tinggi ilmu bela dirinya merupakan perisai yang menyelamatkan Depati Parbo dari serangan dan upaya penangkapan. Pada dasarnya dalam semangat dan perjuangan yang dilakukannya, semata mata karena panggilan jihad fisabilillah, perjuangan untuk membebaskan negeri dari cengkaraman penjajah, dan bukan kehormatan diri.

DEPATI PARBO DIASINGKAN KE TERNATE

Berbagai siksaan dan tekanan telah diderita Depati Parbo sejak ditangkap Belanda. Namun kekuatan fisik dan spiritual Depati Parbo yang tangguh akhirnya menimbulkan rasa kagum bagi serdadu dan pe­ jabat Belanda. Depati Parbo menjalani masa pembuangan/pengasingan dan hukuman seumur hidup di Ternate sejak ditangkap tahun 1903, hingga kembali dibebaskan oleh persetujuan Ratu Belanda, Wilhelmina tahun 1926. Sejak ditangkap hingga kembali ke tanah kelahirannya Depati Parbo praktis telah menjalani masa hukuman buangan selama 25 tahun.

Panglima Perang Depati Parbo ketika ditangkap Belanda pada tahun 1903, tetap tidak mau menyerah kalah, sebagai Patriot sejati tidak mau menundukkan kepala tanda menyerah, dan dengan gagah Depati Parbo berjalan ditengah bayonet dan senapan yang siap memuntahkan peluru,. Depati Parbo sadar bahwa resiko seorang pejuang hanya ada dua yakni gugur bersimbah darah atau hidup dipenjarara dan diasingkan dari sanak keluarga. Sosok Depati Parbo tidak pernah mengenal kata menyerah, bagi Depati Parbo lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup berputih mata dan dijajah oleh bangsa asing. Di zamannya, bagi tokoh sekelas Depati Parbo mati syahid lebih mulia dari pada hidup di bawah tekanan kaum penjajah. Depati Parbo pada saat melakukan perlawanan dan berperang tidak pernah bermimpi untuk dijadikan Pahlawan.

Pemerintah Belanda sangat khawatir dengan sepak terjang dan kegigihan Depati Parbo dalam berjuang. Maka agar Depati Parbo tidak mudah lolos dari wilayah tempat ia diasingkan, Pemerintah Belanda mengasingkannya ke Ternate, sebuah wilayah yang sangat sulit dijang­ kau dari pulau Sumatera saat itu. Dalam pikiran Depati Parbo saat itu, walaupun dihukum dan dibuang seumur hidup namun tetap kukuh pada pendiriannya, yakin bahwa kehidupan itu sudah ada yang mengatur, Allah tidak pernah tidur dan pasti akan memberikan jalan terbaik bagi hambaNya yang beriman.

Setelah melewati perjalanan panjang dan melelahkan menyeberangi laut luas dengan gelombang besar akhirnya Depati Parbo sampai di Ternate, selama 25 tahun Depati Parbo hidup diasingkan, jauh dari kampung halaman dan sanak saudara serta teman sepejuangan di alam Kerinci. Selama dalam masa pembuangan, Depati Parbo melewati hari­hari sepinya dengan menekuni pengetahuan dan pemahaman terhadap ajaran agama Islam yang telah ia yakini kebenarannya.. Dan karena wataknya yang suka menolong orang serta ilmu kebatinan yang ia miliki, membuat Depati Parbo disegani oleh sesama orang buangan maupun oleh serdadu dan pemerintah Belanda yang ada di Ternate. Selama berada di pengasingan ia berusaha menjadi pedagang keci­kecilan, dan hasilnya selain untuk hidup sebagian disisihkan ssbagai tabungan yang belakangan ternyata jumlah tabungannya itu bisa digunakan sebagai tambahan biaya untuk menunaikan ibadah haji tahun 1927 bersama keluarganya.

Di pengasingan, Panglima Perang Depati Parbo yang berisi ilmu, dikenal sebagai orang sebagai “Tabib” (orang Kerinci menyebut istilah Dukun). Pada suatu hari salah seorang anak dari Asisten Residen Belanda di Ternate menderita Sakit. Sebagai pejabat tinggi pemerintah Belanda, Asisten Residen telah berupaya mencari obat untuk anaknya itu, disamp­ ing upaya yang telah dilakukan beberapa orang Dokter, namun penyakit sang anak tak kunjung sembuh. Akhirnya Asisten Residen memohon bantuan Depati Parbo untuk mencari jalan kesembuhan bagi anaknya. Dengan kehendak dan kuasa Allah, lewat tangan Depati Parbo beberapa waktu kemudian setelah mendapat perawatan dan pengobatan secara spiritual, akhirnya anak Asisten Residen secara perlahan pulih dan sembuh dari penyakit yang dideritanya.

Asisten Residen merasa sangat berterima kasih dan berhutang budi terhadap jasa baik dan bantuan pengobatan yang diberikan Depati Parbo. Sebagai ungkapan rasa terima kasih atas pertolongan yang telah diberikan Depati Parbo kepada anaknya, Asisten Residen menawarkan dua macam hadiah yang harus dipilih salah satu oleh Depati Parbo. Tawaran hadiah itu adalah Depati Parbo ditawarkan keliling dunia atau kembali ke kampung halamannya di alam Kerinci dengan biaya dari Asisten Residen. Karena rindunya terhadap tanah kelahirannya, maka Depati Parbo menjatuhkan pilihan untuk pulang kembali ke negeri tercinta untuk hidup bersama di tengah­tengah sanak saudara dan rakyat alam Kerinci yang ia cintai dan telah lama ditinggalkannya.

Asisten Residen menyetujui pilihan Depati Parbo, dan selanjutnya Asisten Residen menulis surat permohonan kepada Ratu Belanda agar membebaskan Depati Parbo. Surat itu ditanda tangani oleh Depati Parbo, alamat sampul dan tujuan surat pada sampul ditulis tangan oleh Asisten Residen. Inti surat tersebut adalah memohon agar Depati Parbo dibebaskan dari hukuman, atas jaminan dari para Depati Depati se Alam Kerinci, namun sebelum balasan dan keputusan dari Ratu Be­ landa diterima, ternyata dalam waktu yang hampir bersamaan Asisten Residen dimutasikan dari Ternate, dan ia meminta Depati Parbo untuk bersabar, bahkan berjanji tetap akan mencari jalan serta berusaha untuk membebaskan Depati Parbo dan memulangkan Depati Parbo ke negeri leluhurnya di alam Kerinci.

Seminggu setelah Asisten Residen berangkat dari Ternate, Depati Parbo menerima sepucuk surat dari negeri Belanda yang intinya menyatakan bahwa Depati Parbo dibebaskan dari tahanan seumur hidup dan boleh pulang ke Kerinci. Tidak terlalu lama menunggu akhirnya dengan diantar oleh Kapal Perang Belanda, Depati Parbo menyeberangi lautan luas hingga ke Aceh, dan melalui jalan darat Depati Parbo melan­ jutkan perjalanan ke Padang (Sumatera Barat) dan akhirnya sampailah di kampung halaman. Berakhir sudah pembuangan dan hukuman seumur hidup yang telah beliau jalani selama 25 tahun.

Depati  Parbo  menghabiskan  masa  Tua  di tanah  Kelahiran (1926- 1929 )

Usia yang mulai memasuki usia senja membawa perubahan yang cukup besar atas diri sang Panglima. Namun meski usia beliau sudah tua, akan tetapi fisik Depati Parbo masih kokoh dan sehat, kharisma beliau masih memancar dari wajahnya yang mulai memasuki usia manula. Saat beliau sampai di Padang dari Aceh, disambut dengan suka cita oleh anak beliau, Haji Thaher, dan beberapa sanak famili. Setelah istirahat sejenak akkhirnya beliau melanjutkan perjalan menuju bumi alam Kerinci, meski tak terlihat upacara penyambutan namun dari sorot dan pancaran mata rakyat yang menyaksikan kepulangan Depati Parbo ada tergambar rasa haru dan suka cita, meskipun wajah­wajah tersebut diselimuti awan mendung karena masih khawatir dan takut dengan ancaman Belanda yang semakin bercokol di alam Kerinci.

Pahlawan Legendaris Depati parbo yang tekah lanjut usia hidup menetap di kampung halamannya di dusun Lolo Kecil. Meski Depati Parbo telah bebas dari hukuman, namun  gerak geriknya masih tetap diawasi dan dicurigai oleh pemerintah kolonial, pernah selama 3 bulan Depati Parbo kembali ditanngkap dan ditahan oleh Belanda di Sungai Penuh. Penahanan ini dilakukan karena beliau melarang pemerintah kolonial Belanda membuat jalan pada sawahnya yang menghubungkan dusun Lolo Kecil dengan Talang Kemuning. Namun dakwaan yang diajukan adalah karena beliau telah melakukan Pembunuhan, yang ternyata setelah diselidiki tuduhan itu fitnah belaka.

Dimasa kecil Depati Parbo telah dikenal sebagai anak muda yang santun dan taat beribadah serta mendapat anugerah Allah dengan mendapat tambahan tenaga supranatural dan kebal terhadap senjata tajam. Beliau sangat disegani kawan dan ditakuti lawan, pemahaman ilmu tentang agama islam tertanam kuat hingga jelang masa hayatnya. Itu sebabnya meski dalam usia tua, Depati Parbo bertekad untuk menunaikan rukun islam ibadah haji ke tanah suci Mekah Al Mukarammah. bersama keluarganya. Beliau berangkat bersama rombongan (sekarang dapat dipersamakan dengan kloter) calon jemaah haji.

Rombomgan calon jemaah haji  tersebut adalah Abdul Kadir dari Dusun Baru Sungai Penuh. Said dari Lolo Kecil, Yatim dari Lempur, Zainudin,Ilyas,Rauf dari Pulau Sangkar, Majid dan Abdul Rah­ man dari Koto Iman, Abdul Aziz dan Ismail dari Tanjung Tanah, Zakaria dari Kumun, Ismail,M. Thaib,Hhudri,Ishak dari Sungai Penuh dan Bakri dari Semurup. Kembali dari menunaikan ibadah haji, Depati Parbo mendapat nama ‘Haji Kasian”. Saat menunaikan ibadah Haji beliau telah memasuki usia renta (Manula) dan karena sudah tua aktifitas beliau hanya melaksanakan ibadah, dan pada tahun 1929 Panglima Perang Kerinci” Depati Parbo menghembuskan nafas terakhir menghadap Illahi dengan tenang, jena­ zah beliau dimakamkan di pemakaman keluarga dusun Lolo Kecamatan Gunung Raya , almarhum dimakamkan bersama sama dengan jenazah Istri, putra putri dan sanak keluarganya. Kepergian Sang Pejuang ditangisi oleh sebagian besar rakyat alam Kerinci yang mendengar berita kematian beliau.


Depati Parbo boleh meninggalkan dunia, namun semangat dan jiwa patriotiknya tetap akan dikenang sepanjang masa. Mungkin inilah jalan pikiran umumnya warga alam Kerinci terhadap Depati Parbo: “Selamat jalan pahlawan ku, pergilah engkau menghadap Tuhan dengan ridho dan diridhoiNya. Dan dimasa Pembangunan ini namamu pasti akan hidup lagi, ibarat kata Pujangga bara dan kagum menjadi api, dan selamanya perjuangan dan pengabdianmu akan dikenang oleh anak anak negeri.Tidurlah wahai pahlawan bangsaku, pahlawan negeriku. Doa senantiasa kami mohonkan kepada Tuhanku agar engkau damai dan abadi dalam pangkuan Nya”. TAMAT.

HALAMAN 5


EmoticonEmoticon